kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Toko buku kini laiknya pusat belanja mini


Selasa, 23 Oktober 2012 / 08:44 WIB
Toko buku kini laiknya pusat belanja mini
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo.


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pergeseran format buku dari cetak ke digital memaksa toko buku menyesuaikan diri. Maka, beberapa toko buku berancang-ancang membuat konsep baru.

Ketua Umum Gabungan Toko Buku Indonesia (Gabti) Firdaus Oemar bilang, kini perkembangan buku digital (e-book) memang belum berpengaruh.

"Kami perkirakan baru berpengaruh tiga sampai lima tahun lai," katanya kepada KONTAN kemarin (22/10).
Salah satu pilihannya, toko menggandeng penerbit buku digital. Sejauh ini, penjualan  buku digital masih dilakukan penerbit sendiri.

Menurut Firdaus, banyak dari sekitar 2.000 anggota Gabti di yang merasakan telah terjadi perubahan di bisnis toko buku. Kalau dulu penjualan buku mendominasi pendapatan mereka, kini penjualan produk non buku mengimbangi pendapatan buku.

Sebut saja produk alat tulis dan produk elektronik yang kini lebih menguntungkan. "Marjin non buku lebih tinggi karena banyak pilihan yang ditawarkan produsen. Berbeda dengan marjin buku dimana diskon dari penerbit sangat terbatas," terangnya.

Maka tidak aneh kalau   Toko Buku Gramedia tengah menyiapkan format toko khusus untuk produk nonbuku. Pasalnya, di beberapa Toko Buku Gramedia, penjualan nonbuku sudah mulai menyalip buku dangan komposisi 55% banding 45%.

Toko buku khusus tersebut kelak akan berada di bawah Kompas Cyber, sesama anak usaha Kompas Gramedia (KG).  "Kontennya sebetulnya sudah ada, tetapi infrastrukturnya belum siap," ujar Direktur Bisnis Ritel Toko Buku Gramedia Y. Priyo Utomo kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Namun Priyo tidak bisa menjelaskan lebih lanjut dengan alasan model bisnis dari toko tersebut belum klop.

Tren one stop shopping

Selain merancang toko khusus nonbook, Toko Buku Gramedia juga bermaksud memperbanyak toko berdiri sendiri (stand alone) ketimbang toko yang berada di mal. Toko tersebut nantinya akan menjadi semacam mal mini yang menyediakan area untuk kuliner dan komunitas.

Untuk membangun toko tersebut, minimal butuh lahan 4.000 m². Sebagai gambaran, Toko Buku Gramedia di Matraman, Jakarta Timur menempati lahan seluas 5.000 m². Investasi untuk toko stand alone minimal bisa empat kali investasi toko dalam mal yang sebesar Rp 5 miliar.

Saat ini Toko Buku Gramedia sudah mengoperasikan sebanyak 102 toko di 43 kota di Indonesia. Dalam waktu dekat, ada lima toko lagi yang akan diresmikan, yakni antara lain di Mal  Alam Sutera,  Tangerang, Lombok, dan Palembang.

Strategi PT Gratia Prima Indonesia juga tidak jauh berbeda. Perusahaan ini baru  saja mengubah konsep (rebranding) Times Bookstore menjadi Books and Beyond.

Berbeda dengan Times Bookstroe, Books and Beyond akan memperbanyak porsi nonbuku hingga sebanyak 20%. Malah  ada kafe di toko buku tersebut. "Saat ini, orang maunya serba one stop shopping," kata Fernando Repi, Manager Komunikasi PT Matahari Putra Prima.
Saat ini, proses pengalihan aset Gratia dari PT Matahari Putra Prima Tbk ke dalam PT Multipolar Tbk masih berlangsung.

Sejauh ini, sudah ada 27 gerai Times Bookstore yang sudah berganti nama menjadi Books and Beyond. Selanjutnya, Gratia menargetkan menambah jumlah tokonya menjadi 35 gerai di 2013.

Untuk membangun satu toko, Gratia membuatuhkan lahan minimal 80 m² hingga 100 m² dengan investasi paling sedikit Rp 500 juta.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×