kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tumpang tindih kebijakan impor bahan baku baja lapis timah hambat produsen kaleng


Minggu, 15 Desember 2019 / 13:05 WIB
Tumpang tindih kebijakan impor bahan baku baja lapis timah hambat produsen kaleng


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terjadinya tumpang tindih kebijakan impor bahan baku baja lapis timah (tinplate) membuat produsen kemasan kaleng jadi kalang kabut. 

Permasalahan ini berawal dari keputusan Kementerian Perindustrian yang telah menghapus ketentuan pertimbangan teknis untuk proses perpanjangan izin impor. Kebijakan itu tertuang melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 32 Tahun 2019. 

Baca Juga: Ini rencana bisnis dan ekspansi Bakrie & Brothers (BNBR) tahun depan

Kemudian persoalan lain muncul lantaran aturan serupa di Kementerian Perdagangan belum dicabut. Para importir merasa kesulitan mendapatkan perpanjangan izin impor karena Kementerian Perdagangan masih mensyaratkan pertimbangan teknis. 

Dengan kata lain, Permendag No. 110 tahun 2018 masih tetap berlaku dan mewajibkan pertimbangan teknis. 

Sebelumnya, menurut para importir, staf di Kementerian Perdagangan mengaku belum memiliki petunjuk pelaksanaan yang baru setelah terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 32/2019, sehingga permohonan perpanjangan izin impor tidak dapat diproses. 

Wakil Ketua Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) menjelaskan tumpang tindih kebijakan yang terjadi menghambat kinerja produsen kemas kaleng. 

Baca Juga: Dampak Permendag 84/2019, industri berbahan baku daur ulang mengaku terancam tutup

"Sebab, selama ini suplai bahan baku tinplate berasal dari PT Pelat Timah Nusantara Tbk atau Latinusa yang hanya mampu memenuhi kebutuhan 60% permintaan tinplate. Adapun 40% sisanya para produsen kemasan kaleng harus diimpor," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12). 

Di sinilah persoalannya. Di saat izin impor hampir habis pada awal tahun depan, aturan perpanjangan izin impor masih buram. Jika kebijakan tersebut tak kunjung jelas hingga akhir Desember 2019, para produsen akan menghentikan operasional pabrik saat kehabisan stok. 

Selain ancaman PHK, kisruh ini bisa merembet ke downstream industri yaitu para pelanggan yang menggunakan kaleng dan tutup botol seperti industri makanan dan minuman. 

Arif menjelaskan di sepanjang tahun ini industri kaleng dan tutup botol kerap mengalami berbagai tekanan. Salah satunya disebabkan oleh banyaknya import kaleng sehingga harga lebih murah dibanding produksi dalam negeri.

Baca Juga: Saka Energi dan Petronas masih diskusikan pelepasan operatorship Lapangan Kepodang

 "Tidak hanya besarnya kaleng impor, tapi juga printed sheet import yang membanjiri Indonesia," ungkapnya. 

Arif bilang, tekanan tersebut tentunya berdampak pada penurunan penjualan yang signifikan di tahun ini. 

Ditambah lagi bila izin perpanjangan impor belum beres akhir tahun ini, Arif memastikan produsen kaleng kemasan akan kekurangan bahan baku yang berujung pada terhentinya produksi untuk beberapa line produksi.

Baca Juga: KRAS kerjasama dengan Lotte terkait lahan industri

Arif menyatakan, pemerintah, asosiasi kaleng, produsen tinplate yakni Latinusa, dan downstream industri butuh duduk bersama untuk melihat secara nyata probelamatika di lapangan. Sebab kalau melihat masalah hanya sepotong-potong bakal ada sisi lain yang mati. 

"Artinya, bila pemerintah hanya memikirkan industri hulu dan hilir saja, maka kami yang berada di tengah-tengah bakal gulung tikar," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×