Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Untuk pertama kalinya, perikanan tuna Indonesia mendapatkan sertifikasi fairtrade dari Amerika Serikat (AS). Lewat sertifikat fairtrade ini diyakini dapat menekan bea masuk negara-negara tujuan ekspor serta menjaga harga jual ikan tuna di pasar tetap tinggi.
Direktur Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P. Hutagalung mengatakan, dengan sertifikasi itu maka posisi tawar perikanan Indonesia makin kuat. Sebab, pasar akan menerima secara baik dengan mutu ikan tuna yang baik.
Disamping juga produk perikanan Indonesia akan mengarah pada sustainablty atau berkelanjutan. Dampaknya akan terasa langsung ke nelayan, sebab nelayan bisa mendapatkan harga yang baik. Negara-negara tujuan ekspor tuna juga akan lebih lunak mematok besarnya bea masuk. Saat ini negara Uni Eropa mematok bea masuk tuna Indonesia hingga 25%.
“Posisi tawar kita kuat karena dapat menjelaskan bahwa produk yang tuna Indonesia telah berkelanjutan. Meskipun tidak langsung serta merta menurunkan BM namun bisa menjadi bahan acuan,” kata Saut, Rabu (26/11).
Pada tahun 2013 produksi tuna Indonesia mencapai 1,15 juta ton, naik tipis dari 1,13 juta ton pada tahun 2012. Sementara volume ekspor tuna, cakalang dan tongkol pada tahun 2013 mencapai 209.000 ton dengan nilai US$ 764 juta. Jumlah itu naik tipis dibandingkan tahun 2012 dengan ekspor sebesar 201.000 ton dengan nilai USS 749 juta. Negara tujuan ekspor ke Jepang, AS, Eropa dan Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News