kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.924   6,00   0,04%
  • IDX 7.206   64,80   0,91%
  • KOMPAS100 1.107   11,94   1,09%
  • LQ45 879   12,35   1,43%
  • ISSI 221   0,71   0,32%
  • IDX30 449   6,58   1,49%
  • IDXHIDIV20 540   5,75   1,08%
  • IDX80 127   1,49   1,19%
  • IDXV30 134   0,41   0,31%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

UE teken Delegated Act RED II Februari, RI bakal mengadu ke WTO


Minggu, 27 Januari 2019 / 17:34 WIB
UE teken Delegated Act RED II Februari, RI bakal mengadu ke WTO


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Uni Eropa akan mendeklarasikan Delegated Act alias implementasi regulasi untuk kesepakatan Renewable Energy Directive II pada Februari 2019 mendatang. Efek dari kesepakatan ini bisa mempengaruhi perdagangan sawit dunia menuju Eropa. Pemerintah Indonesia berniat mengajukan keberatan pada dewan pertimbangan WTO.

Staff khusus Kementerian Luar Negeri Mahendra Siregar menyampaikan RED II ini sejatinya sudah terbit pada putaran 11 Desember 2018 lalu. "Selanjutnya, delegated act atau semacam implementing regulation, ini akan terbit pada 1 Februari 2019 depan," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (25/1).

Melalui kesepakatan RED II ini, sepanjang tahun 2020-2030, negara-negara Uni Eropa akan menetapkan kelapa sawit dalam kategori tanaman pangan berkategori risiko-tinggi dan risiko rendah Indirect Land Usage Change (ILUC).

Artinya penggunaannya akan dibatasi dan bahkan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa.

Di sisi lain, RED II ini juga menetapkan bahwa UE wajib memenuhi 32% kebutuhan energinya dari sumber terbarukan pada tahun 2030. Artinya, UE tetap membutuhkan sumber bahan bakar nabati, namun tidak boleh dari sawit.

Hal ini menurut Mahendra menunjukkan sebuah diskriminasi besar pada sawit karena terkesan secara sengaja dimasukkan dalam kategori risiko-tinggi ILUC. Apalagi parameter yang diterapkan dewan UE pada ILUC ia nilai tidak relevan untuk negara tropis.

"UE mengklaim pendekatan yang diadopsi dalam ILUC tidak diskriminatif. Klaim ini berseberangan dengan fakta bahwa kriteria yang disusun dalam ILUC menguntungkan komoditas lokal UE seperti minyak rapeseed," terang Mahendra.

Untuk menghadapi ini, Mahendra menyatakan pihaknya bermaksud mengajukan RED II beserta delgated-act ini ke dewan perimbangan WTO Dispute Settlement. "Segera setelah ILUC dirilis secara formal oleh EU," katanya.

Sebelumnya, ia juga sudah menyurati WTO melalui Komite Hambatan Teknis Perdagangan WTO (TBT) dengan aduan substansi RED II diskirminatif dan menyampaikan sejumlah pertanyaan ke UE. Tapi pihaknya belum mendapatkan jawaban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×