Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - LAMPUNG. PT United Tractors Tbk (UNTR) terus memoles bisnis emas melalui strategi ekspansi. Emiten dari Grup Astra ini sedang merampungkan proses pengambilalihan tambang emas di Sulawesi Utara sembari mencari peluang akuisisi di Australia.
Corporate Secretary United Tractors Ari Setiyawan mengungkapkan UNTR sedang menuntaskan proses akuisisi Proyek Doup, salah satu tambang emas milik PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB). Aksi korporasi ini dijadwalkan tuntas paling lambat pada 23 Desember 2025.
"Mudah-mudahan kami bisa closing pada bulan Desember. Sudah CSPA (Conditional Share Purchase Agreement), lalu pemenuhan conditions precedents. Kalau itu semua berjalan lancar, semoga paling lambat 23 Desember atau lebih cepat," kata Ari usai Media Visit Besai Kemu di Lampung pada Kamis (20/11/2025).
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 12 September 2025 lalu, UNTR melalui PT Danusa Tambang Nusantara (DTN) telah meneken Perjanjian Jual Beli Bersyarat dengan PT J Resources Nusantara (JRN) untuk pembelian 99,99996% saham PT Arafura Surya Alam (ASA) milik JRN.
Baca Juga: Cinema XXI Ketiga Kalinya Raih Indonesia's Best Managed Companies dari Deloitte
Selain itu, perusahaan terkendali milik UNTR yaitu PT Energia Prima Nusantara (EPN) juga menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat dengan Jimmy Budiarto untuk pembelian 0,00004% saham ASA yang dimiliki Jimmy dan 0,2% saham PT Mulia Bumi Persada (MBP) yang juga dimiliki Jimmy.
Total nilai perusahaan (enterprise value) dalam transaksi ini senilai US$ 540 juta. Sebagai catatan, ASA merupakan pengelola tambang emas Doup yang berlokasi di Sulawesi Utara. Adapun Jimmy Budiarto adalah Komisaris Utama sekaligus pengendali PSAB.
Tak hanya mengincar tambang emas di dalam negeri, UNTR juga membidik akuisisi di luar negeri, yakni di Australia. Ari bilang, UNTR telah melirik beberapa aset tambang di Australia yang masuk ke dalam pipeline akusisi. Tetapi, UNTR dan calon penjual belum mencapai kesepatakan.
Pada bulan lalu, UNTR telah membuka kantor perwakilan Australia di Perth, untuk menggali lebih dalam potensi akuisisi aset tambang emas di benua tersebut. UNTR tak menutup kemungkinan untuk melirik komoditas mineral penting (criticals minerals) lainnya.
"Kami sekarang punya kantor perwakilan untuk lebih memperkenalkan (United Tractors). Banyak prospek di sana yang perlu lebih didekati. Jadi mereka kepannjangan tangan untuk mencari peluang di sana," ujar Ari.
Strategi Memacu Bisnis Non-Batubara
Baca Juga: Peran Strategis Monash University dan PYC Dorong Percepatan Transisi Energi
Ekspansi di bisnis emas merupakan bagian dari strategi UNTR untuk mencapai target menyeimbangkan kontribusi pendapatan dari bisnis non-batubara pada tahun 2030. Saat ini, sekitar 60% pendapatan UNTR masih bersumber dari bisnis terkait batubara (coal-related).
Sebagai upaya mencapai 50:50 pendapatan dari batubara dan non-batubara pada 2030, UNTR mencari aset yang bisa memberikan kontribusi besar dari bisnis non-batubara.
"Jadi untuk menyeimbangkan portofolio. Di batubara sudah besar, sekarang kami cari mineral yang signifikan. Sekarang cari tambang di Indonesia (dengan prospek besar) nggak banyak, jadi kami lihat peluang di sana (Australia) masih banyak aset potensial," terang Ari.
Ari meyakini UNTR bisa terus memperbesar kontribusi pendapatan dari bisnis non-batubara. Strategi tersebut dilakukan melalui akuisisi aset baru maupun ekspansi fasilitas atau aset eksisting. "Kami mempercepat (penambahan kontribusi) dari yang non-coal. Bisa dari mineral seperti nikel dan emas, kemudian energi terbarukan," tandas Ari.
Pada segmen energi terbarukan, UNTR menggelar ekspansi melalui anak usahanya, PT Energia Prima Nusantara (EPN). Direktur EPN Boy Gemino Kalauserang mengatakan pihaknya terus menggali potensi berbagai jenis proyek-proyek energi terbarukan.
Ekspansi akan dilakukan melalui anak usaha, baik PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) maupun anak usaha lainnya. Salah satu proyek yang siap digarap oleh EPN adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Aceh.
Proyek dengan kapasitas 18 Megawatt (MW) ini dikerjakan oleh anak usaha EPN, PT Redelong Hydro Energy (RHE). Boy bilang, RHE sudah memenangkan proses tender, dan sedang menunggu Letter of Agreement (LoA) dengan PT PLN (Persero). "Intinya secara pipeline, kami mengeksplorasi proyek yang kira-kira punya potensi," terang Boy.
Selain ekspansi proyek baru, EPN juga mengoptimalkan aset yang sudah ada. Salah satunya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Besai Kemu di Way Kanan, Lampung.
PLTM yang memiliki kapasitas 2 × 3,5 MW ini berada di bawah naungan entitas anak EPN, yakni PT Uway Energi Perdana (UEP). Presiden Direktur UEP Asep Iwan Gunawan menjelaskan PLTM Besai Kemu secara konsisten mampu menghasilkan pasokan listrik sebesar 33,4 Gigawatt (GWh) per tahun yang disalurkan kepada PT PLN (Persero).
Dengan curah hujan yang tergolong tinggi pada tahun ini, produksi listrik dari PLTM Besai Kemu bakal melampaui level 40 GWh. Asep memperkirakan pada akhir tahun 2025, produksi listrik hijau dari PLTM Besai Kemu bisa mencapai 44,5 GWh - 45 GWh.
"Secara target ke PLN sudah terlewati, karena dalam perencanaan kami menjanjikan bisa sekitar 39 GWh untuk tahun ini, dan kami sudah melewatinya," ungkap Asep.
Baca Juga: Persaingan Elektronik Kian Ketat, R&D Jadi Senjata Produsen Menangkan Pasar
Selanjutnya: DPK Perbankan Tumbuh 8,1% di Oktober 2025, Melambat dari Pertumbuhan di September
Menarik Dibaca: IHSG Sesi I Jumat Turun 0,24%, TPIA Pertahankan Posisi Saham Keempat Terbesar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













