Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog yang bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan di Indonesia, telah menetapkan arah kebijakan pangan dengan memperkuat pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Topan Ruspayandi, General Manager Unit Bisnis Perum Bulog Sentra Niaga, menjelaskan bahwa saat ini pemerintah telah memiliki kebijakan pengelolaan CBP berserta dengan program-program turunannya.
Secara spesifik, di sisi hulu, pemerintah melakukan pengadaan dalam negeri untuk menyerap produk pangan, terutama beras, dari petani dengan menetapkan harga pembelian pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Baca Juga: Bulog: 200.000 Ton Beras Impor Sisa Kuota Tahun 2023 Segera Masuk
"Program operasi pasar yang saat ini dikenal sebagai Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga dilakukan oleh Bulog untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah ke masyarakat," ujar Topan dalam diskusi FGD Panen News yang dihadiri oleh Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, dan Wakil Presiden Komunikasi dan Urusan Publik PT Astra Agro Lestari, Fenny Sofyan, pada Jumat (9/2).
Sementara itu, Esther menyoroti masalah ketergantungan Indonesia pada impor pangan, termasuk beras, sayuran, buah-buahan, dan garam. Padahal, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luas, namun masih mengimpor sejumlah besar pangan.
"Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pangan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada masa lalu, Indonesia bahkan pernah mencapai swasembada beras dan menjadi eksportir gula terbesar di dunia. Namun, saat ini kita termasuk salah satu pengimpor terbesar di dunia untuk kedua komoditas tersebut," ungkap Esther.
Esther juga mempertanyakan keefektifan kebijakan pemerintah dalam mencapai swasembada pangan, menyebutnya sebagai kebijakan yang cenderung bersifat populis dan hanya bersifat sementara. Ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam mencapai swasembada pangan.
Baca Juga: El Nino Jadi Ancaman Dalam Memenuhi Ketahanan Pasokan Pangan Nasional
Selain itu, Esther mengkritik efektivitas Program Bantuan Sosial (Bansos) pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan. Meskipun anggaran untuk Bansos terus meningkat dari tahun ke tahun, namun angka kemiskinan hanya turun sedikit.
Menurut Esther, arah kebijakan pangan harus dipertimbangkan kembali, dengan fokus pada empat strategi utama.
Pertama, perbaikan regulasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung produksi pangan. Kedua, mendorong karakteristik produksi yang memadai bagi petani. Ketiga, memperbaiki karakteristik pasar agar petani dapat memasarkan produknya dengan lebih baik.
Keempat, mengembangkan alternatif penghasilan bagi petani untuk mengurangi ketergantungan mereka pada hasil panen utama.
Baca Juga: Jelang Nataru, Sejumlah Harga Komoditas Pangan Masih Tinggi
Adapun Fenny menambahkan bahwa dari 12 komoditas pangan strategis yang dijaga oleh pemerintah, hanya kelapa sawit yang tidak pernah diimpor. Namun, produksi kelapa sawit dalam lima tahun terakhir mengalami stagnasi, yang menunjukkan perlunya perhatian lebih lanjut dari pemerintah.
Ketidakpastian dalam kebijakan investasi dan tumpang tindihnya regulasi antar kementerian/lembaga juga menjadi tantangan bagi industri kelapa sawit. Fenny berharap agar pemerintah dapat menyusun kebijakan yang lebih terkoordinasi dan jelas dalam mengembangkan industri kelapa sawit ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News