Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kondisi industri kemasan nasional belum kunjung membaik. Bahkan sejak akhir tahun lalu hingga kuartal pertama tahun ini, pertumbuhannya cenderung terus melemah. Federasi Pengemasan Indonesia (FPI) mencatat, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang pabrik alias utilisasi 600 perusahaan kemasan di dalam negeri rata-rata susut 20%-30%, dari sebelumnya 90% menjadi 60%. Setiap tahun, total kapasitas produksi industri kemasan berkisar lebih dari 5 juta ton.
Sekadar informasi, industri kemasan di dalam negeri antara lain terdiri dari produsen kantong dan tas plastik, kemasan kertas, thermoforming, kemas rigid hingga kemas fleksibel. Dari produk itu, kemasan plastik menempati porsi terbesar.
Ketua Umum Federasi Pengemasan Indonesia (FPI) Henky Wibawa menjelaskan, penurunan utilisasi industri kemasan merupakan imbas dari anjloknya permintaan terutama di pasar ekspor. "Akibat utilisasi turun, omzet industri kemasan ikut anjlok 30% dibandingkan kuartal pertama 2008. Nilainya mengalami penurunan dari Rp 5 triliun menjadi hanya Rp 3,5 triliun," kata Henky.
Selain karena penurunan permintaan ekspor, penyebab lain penurunan utilisasi dan omzet akibat kerugian selisih kurs yang telah berlangsung sejak kuartal keempat tahun lalu hingga saat ini. Industri kemasan plastik pada tahun lalu hanya bisa meraih omzet sekitar Rp 20 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah dari target sekitar Rp 25 triliun atau tumbuh 10% dibandingkan dengan realisasi omzet 2007.
Produsen produk kemasan berbahan baku plastik mengaku, kegiatan produksinya melorot sekitar 40%. Hal tersebut disebabkan mereka mengalami kekurangan pasokan bahan baku berupa polipropilena (PP) dan polietilena (PE). “Volume pasokan sangat kecil dan pengirimannya sering terlambat. Kalau bahan plastik langka, harganya tentu akan melonjak tajam. Biaya produksi kami menjadi makin membengkak sehingga kerugian kami semakin besar,” kata Felix S Hamidjaja, Ketua Umum Asosiasi Industri Kemas Fleksibel Indonesia (Rotokemas).
Meski begitu, Henky mengaku, permintaan kemasan di pasar lokal masih cukup baik. Hal ini terlihat masih ada perusahaan yang menunjukkan kinerja baik. Konsumsi lokal ini terpicu konsumsi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Sebab itu, pada tahun ini, produsen kemasan tetap optimis omzet kemasan plastik tetap bisa tumbuh 10% atau sekitar Rp 22 triliun.
“Perusahaan seperti PT Unilever masih optimistis permintaan kemasan mereka tumbuh 10%-15% pada tahun ini. Demikian pula untuk Gappmi. Nah, untuk mengatasi penurunan ekspor, kami masih berusaha mencari pasar-pasar alternatif,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News