Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tetap menyusun aturan turunan meski Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sudah resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jum'at (10/7).
Sekretaris Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Heri Nurzaman memastikan, meski sudah ada pengajuan judicial review berupa uji formil, tapi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari UU Minerba baru itu terus berlanjut.
Saat ini, ada tiga RPP yang sedang dibahas di level pemerintah. "Tetap jalan (pembahasan RPP)," tegas Heri kepada Kontan.co.id, Jum'at (10/7) sore.
Baca Juga: Baru disahkan, mengapa UU Minerba digugat ke Mahkamah Konstitusi?
Ketiga RPP tersebut, pertama, RPP tentang pengelolaan pertambangan minerba. Kedua, RPP yang terkait dengan wilayah pertambangan.
Ketiga, RPP tentang pembinaan dan pengawasan, yang di dalamnya antara lain terdapat pengaturan perihal reklamasi dan pasca tambang. Ketiga RPP tersebut ditargetkan dapat diselesaikan dalam kurun waktu sembilan bulan ke depan setelah UU Minerba baru diundangkan.
Asal tahu saja, para pemohon gugatan menilai proses pembentukan dan pembahasan UU No. 3 Tahun 2020 melanggar sejumlah ketentuan. Tapi pemerintah masih bergeming dan menganggap bahwa proses pembahasan bersama dengan Komisi VII DPR RI masih dalam koridor ketentuan yang berlaku.
"Setiap orang punya hak menggugat. Kalau tidak sesuai (aturan) kenapa bisa keluar (terbit UU Minerba baru)," ungkap Heri.
Ada sejumlah pemohon yang mengajukan gugatan, terdiri dari tokoh-tokoh yang bergerak di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari gubernur, mantan pejabat, pakar pertambangan hingga aktivitas mahasiswa.
Baca Juga: Ini pihak-pihak yang menggugat UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi
Pemohon gugatan UU Minerba baru itu antara lain: Erzaldi Rosman Djohan (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung), Alirman Sori (Ketua PPUU DPD RI), Tamsil Linrung (anggota DPD RI), Hamdan Zoelva (Perkumpulan Serikat Islam), Marwan Batubara (Indonesian Resources Studies/IRESS), Budi Santoso (Indonesia Mining Watch/IMW), Ilham Rifki Nurfajar (Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan), dan M. Andrean Saefudin (Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia).
Dalam gugatan ini, paling tidak ada 10 pengacara yang tergabung dalam tim kuasa hukum pemohon. Ketua Tim Kuasa Hukum, Ahmad Redi, mengatakan pihaknya mengajukan judicial review berupa uji formil. Para pemohonan menggugat proses pembentukan dan pembahasan UU No. 3 Tahun 2020 yang dinilai cacat, tidak transparan dan menyalahi ketentuan perundang-undangan.
"Terbentuknya UU No. 3 Tahun 2020 ini mengandung potensi moralitas hukum formil dan materiil yang jahat bagi pembangunan nasional di bidang pertambangan mineral dan batubara," kata Redi.
Sejak penyusunannya, UU Minerba baru pengganti UU Nomor 4 Tahun 2009 memang kontroversial. Meski banyak penolakan, DPR dan Pemerintah tetap melanjutkan pembahasan hingga akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Mei 2020.
UU Minerba baru itu, sah menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juni 2020. Kemudian diundangkan di hari yang sama oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Baca Juga: UU Minerba digugat ke MK, begini tanggapan pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News