Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) membuka babak baru rezim hukum pertambangan di Indonesia. Oleh para penyusunnya, beleid baru ini diklaim bisa menjawab tantangan pengelolaan pertambangan, termasuk untuk menggairahkan iklim investasi di sektor minerba.
Namun, dalam sejumlah pengaturan, UU minerba ini masih memerlukan peraturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan secara lebih pasti dan rinci.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mencontohkan, untuk meningkatkan iklim investasi di bidang eksplorasi misalnya, masih harus dilihat sejauh mana aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) hingga regulasi teknis dalam Keputusan atau Peraturan Menteri ESDM (Kepmen/Permen) bisa menterjemahkan apa yang ingin dituju oleh UU Minerba baru.
Baca Juga: Terpopuler: Kapal perang AS berlayar di Selat Taiwan, 4 BUMN dapat dana talangan
Dalam konteks eksplorasi, pengaturan turunan yang diperlukan misalnya terkait dengan penghitungan besaran Kompensasi Data Informasi (KDI) yang diharapkan tidak terlalu mahal agar bisa kompetitif dan menarik bagi investor. Juga beberapa hal lain seperti akses terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) serta penyelesaian masalah kepemilikan dan lahan.
"Peraturan turunan (dari UU minerba baru) sangat menentukan apakah akan lebih menarik dan bisa bersaing untuk mendapatkan foreign direct investment di bidang pertambangan," ungkap Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (14/5).