Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Hal senada juga disampaikan oleh Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association. Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno mengatakan bahwa setelah UU minerba baru disahkan, langkah selanjutnya yang harus segera dijalankan pemerintah ialah menyusun PP serta harmonisasi pengaturan teknis di bawahnya.
"Dengan adanya kesiapan dari instansi dan kelembagaan dalam menyusun PP, serta harmonisasi dengan peraturan yang terkait, diharapkan investasi akan datang ke Indonesia," kata Djoko.
Baca Juga: Turun 9,9%, Harum Energy (HRUM) keduk 900 ribu ton batubara di kuartal I
Adapun, dalam UU minerba yang baru, ada sejumlah poin krusial yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Antara lain, Pasal 17 (B) yang mengatur terkait penyiapan WIUP mineral logam dan batubara, serta Pasal 67 terkiat pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IUP) oleh Menteri.
Poin krusial lainnya ialah pengaturan yang menyangkut tentang peningkatan nilai tambah atau hilirisasi yang tercantum dalam Pasal 102 dan Pasal 170 (A) yang masih harus diperinci secara tegas.
Di dalam Pasal 102 (3) dan (4) misalnya, disebutkan bahwa peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan /atau pemurnian wajib memenuhi batasan minimum dengan mempertimbangkan antara lain peningkatan nilai ekonomi dan/atau kebutuhan pasar. Namun, batasan minimum tersebut harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Begitu juga dengan Pasal 170 (A) yang mengatur adanya ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama tiga tahun sejak UU minerba baru ini mulai berlaku. Ketentuan ekspor itu diberikan bagi perusahaan mineral yang telah memiliki, sedang dalam proses pembangunan smelter maupun yang telah melakukan kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian.
Baca Juga: Pengamat: Dana kompensasi BUMN energi wajar diberikan karena membantu cashflow