kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Volume impor pertanian tahun ini bakal lebih besar


Rabu, 08 Oktober 2014 / 17:52 WIB
Volume impor pertanian tahun ini bakal lebih besar


Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Keran impor komoditas pertanian bakal lebih deras pada tahun 2014. Bagaimana tidak, sepanjang semester satu tahun ini volume impor pertanian hampir melewati separuh dari tahun 2013. Bukan tidak mungkin tahun ini volume impor bakal lebih tinggi dibandingkan tahun 2013.

Padahal jika dilihat dari trennya semenjak tahun 2011 sampai 2013 terjadi tren penurunan. Nah, tahun ini impor pertanian bisa lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Meskipun belum setinggi pada tahun 2011. 

Pusdatin Direktorat Jendral Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian (Ditjen P2HP) Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat impor pertanian pada tahun 2011 volumenya mencapai 22,9 juta ton. Secara perlahan, selama dua tahun berikutnya mengalami penurunan. Pada tahun 2012 volumenya mencapai 19,3 juta ton dan 2013 turun lagi menjadi 17,4 juta ton.

Lalu bagaimana tahun 2014? Sebagai gambaran sepanjang satu semester volume impor pertanian mencapai 9,07 juta ton melebihi separuh tahun 2013. Bukan tidak mungkin melebihi tahun 2013.

Awal tahun banjir membuat lahan sawah sehingga gagal panen. Belum lagi serangan penyakit tanaman OPT. Selama dua bulan terakhir sejak Agustus sampai September ini mengalami musim kemarau. Sementara konsumsi dalam negeri selalu naik.

Dari empat sektor pertanian yakni: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Secara volume sektor tanaman pangan penyumbang terbesar impor  mencapai 6,84 juta ton. Disusul sektor hortikultura mencapai 941.288 ton lalu perternakan mencapai 664.913 ton. Terakhir, perkebunan sebesar 624.960 ton.

Dirjen P2HP Kementan Yusni Emilia Harahap mengatakan, sulit untuk mengejar permintaan dengan pasokan produk. Penyebabnya, bukan hanya karena kondisi cuaca sehingga menghambat produksi. Tapi juga distribusi hingga produk segar sampai konsumen butuh waktu dan jarak yang panjang. Akibatnya, harga jual juga naik.

"Sebagai negara kepulauan tantangan yang dihadapi adalah mendekatkan sentra-sentra produksi dengan pasar," papar Emilia pada awal pekan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×