Reporter: Evilin Falanta, Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Industri rokok dalam negeri harap-harap cemas terhadap panen tembakau tahun ini. Pasalnya, cuaca yang tak menentu membuat para petani tembakau tak berani menargetkan jumlah panen yang muluk-muluk.
Tengok saja, di 2010 produksi tembakau nasional hanya 80.000 ton, padahal kebutuhan tembakau nasional sebanyak 240.000 ton. Itulah sebabnya, industri rokok lokal harus mengimpor tembakau dari beberapa negara seperti Zimbabwe, Turki, Brasil dan Thailand.
Selain karena kebutuhan untuk campuran dengan tembakau lokal (blending), tembakau impor harganya relatif murah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Budidoyo bilang, harga jual tembakau di petani lokal rata-rata mencapai Rp 70.000 per kilogram (kg). "Tembakau impor harganya di bawah itu," ujarnya ketika mengunjungi redaksi KONTAN akhir bulan lalu.
Ketika dihubungi KONTAN kembali hari ini (12/4), Budidoyo optimistis target panen tahun ini bisa mencapai 180.000 ton. "Asalkan curah hujan tidak tinggi," katanya.
Tapi, jika musim petik tiba dan curah hujan tetap tinggi, panen bisa anjlok dan tidak bisa memenuhi kebutuhan tembakau dalam negeri. Tentu saja, potensi impor tembakau akan lebih tinggi tahun ini.
Salah satu langkah antisipasi adalah dengan mencampur tembakau lokal dengan persediaan tembakau impor yang biasanya untuk kebutuhan industri selama tiga hingga empat tahun ke depan. "Kebutuhan tembakau impor hanya 10% dari produksi rokok, terutama kretek," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News