kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Peredaran daging perlu tersegmentasi


Jumat, 03 November 2017 / 12:06 WIB
Pengamat: Peredaran daging perlu tersegmentasi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya mengendalikan harga daging di masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengimpor daging kerbau dan menjualnya dengan harga Rp 80.000 per kg di tingkat konsumen.

Saat ini, daging-daging kerbau beku pun sudah tersebar di pasar-pasar tradisional maupun modern. Selain daging kerbau beku, masih ada pula daging sapi lokal. Hanya saja harga daging sapi segar masih berada di atas Rp 100.000 per kg.

Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian Insitut Pertanian Bogor (IPB) Dodik Ridho Nurrochmat menilai, permasalahan yang dihadapi saat ini adalah ketidaksesuaian segmen produk dan segmen pasar. Menurutnya, masyarakat yang membeli daging di pasar tradisional merupakan golongan menengah ke bawah.

Dia bilang, masyarakat menginginkan daging segar, hanya saja daya belinya rendah. Sementara, daging yang harganya lebih murah justru diapakai oleh industri besar.

"Ini ada ketidaksinkronan, terutama untuk industri-industri kecil yang bergerak di olahan makanan. Mereka menjadi sulit bersaing karena harganya mahal," ujar Dodik, Kamis (2/11).

Menurut Dodik, perlu ada strategi segmentasi peredaran daging di Indonesia. Menurutnya, segmentasi daging ini pun dapat meningkatkan nilai tambah suatu produk. Dia bilang, segmentasi yang bisa dilakukan adalah segmentasi produk dan segmentasi pasar.

"Ada 41 segmen pasar daging sapi, dibuat 10 segmen sudah bagus. Jadi kenapa harus disamakan Rp 80.000 per kg. Setiap harga juga ada harga psikologisnya. Murah belum tentu laku," ujar Dodik.

Melihat kondisi saat ini, Dodik juga berpendapat kerbau impor pun sebaiknya diprioritaskan bagi industri pedagang kecil, menengah, rumah tangga menengah ke bawah, serta industri daging olahan non-premium. Hanya saja, masih terdapat berbagai masalah yang ditemui. Mulai dari masyarakat yang bepersepsi buruk terhadap daging impor, dan industri olahan yang kerap meraup untung maksimal.

Sementara itu Dodik berpendapat, masuknya daging kerbau impor ke pasar tradisional justru mengakibatkan banyaknya kecurangan. Pasalnya, banyak pedagang yang mencampur atau mengganti daging kerbau menjadi daging sapi. Lalu, pedagang menjualnya dengan harga tinggi.

Hal ini bisa terjadi lantaran masyarakat sulit membedakan daging kerbau dan daging sapi. "Ini memang masalah kejujuran, tetapi mendeteksi kejujuran kan tidak mudah. Makanya harus diciptakan mekanismenya," ujar Dodik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×