Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Sejumlah sektor industri ikut terpukul pelemahan tersebut, salah satunya adalah industri makanan dan minuman.
Maklum, bahan baku industri sektor ini masih mengandalkan impor. Tak ayal, ketika dollar AS menguat menyebabkan biaya produksi membengkak. Sedangkan harga jual produk menggunakan rupiah, karena lebih banyak menyasar pasar domestik.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengungkapkan, anggotanya akan mengevaluasi situasi fluktuasi nilai tukar rupiah usai Lebaran. Menurutnya, hingga saat ini stok bahan baku yang kebanyakan masih impor sudah disiapkan dari bulan Maret lalu. "Tapi bila situasi ini terus berlanjut hingga tutup kuartal dua, maka bisa jadi di kuartal tiga kami akan menaikkan harga," katanya, Rabu (23/5).
Berdasarkan catatan Gappmi, hingga saat ini industri makanan dan minuman memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor. Seperti bahan baku terigu, gula, susu, garam, dan produk perasa buah. "Bila situasi ini terus berlanjut bisa menyebabkan kenaikan harga antara 3% sampai 7%," sebutnya.
Efek penurunan nilai tukar rupiah berikutnya adalah terjadi penurunan omzet di sektor industri ini. Alhasil, Gapmmi sangat berharap pada pertumbuhan ekonomi tetap baik, sehingga tidak menggerus omzet.
Adhi bilang, anggota Gapmmi tidak panik walaupun nilai tukar rupiah terus melemah. Ia menilai, langkah Bank Indonesia (BI) diharapkan bisa meredam fluktuasi tersebut. "Nilai tukar terhadap dollar AS melemah ini terjadi menyeluruh di semua negara, sehingga biasanya tidak akan berlangsung lama," ungkap Adhi.
Meski belum ada data riil soal kenaikan permintaan makanan dan minuman Gapmmi mengklaim, beberapa anggotanya sudah mengalami pertumbuhan penjualan ketimbang tahun lalu. Menjelang Lebaran ini diperkirakan permintaan akan tumbuh sebesar 20%, terutama untuk produk seperti biskuit dan sirup.
Sedangkan investasi dalam negeri di sektor makanan dan minuman menurutnya masih ada kenaikan. Sementara untuk untuk Penanaman Modal Asing (PMA) masih melambat. "Untuk investasi kami melihat perlu ada kepastian regulasi yang jelas dari pemerintah," pinta Adhi.
Realisasi investasi
Berdasarkan data yBadan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi sektor industri manufaktur sepanjang kuartal I-2018 mencapai Rp 62,7 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari penanaman modal dalam negeri senilai Rp 21,4 triliun dan penanaman modal asing sebesar US$ 3,1 miliar. Sektor industri logam, mesin, dan elektronik menjadi penyumbang terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp 22,7 triliun.
Kurniadi Sulistyomo, Sekretaris Perusahaan PT Sarimelati Kencana Tbk menjelaskan, pihaknya belum ada rencana menaikkan harga jual produk. Mengingat 80% bahan baku perusahaan outlet Pizza Hut itu masih berasal dari pasokan dalam negeri. "Kami paling hanya impor keju. Dan di Lebaran ini permintaan terus naik," kata Kurniadi kepada KONTAN, Kamis (24/5).
Beberapa saaat lalu emiten berkode saham PZZA baru saja melaksanakan penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).
Dalam aksi korporasi tersebut, PZZA menawarkan sekitar 604 juta saham. Jumlah tersebut setara 20% dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.
Dengan menetapkan harga IPO sebesar Rp 1.100 per saham, manajemen PZZA memperoleh dana sebesar Rp 664 miliar. "Kami akan menggunakan 65% dana itu untuk mengembangkan outlet," ujar Kurniadi. Saat ini, PZZA sudah mengoperasikan sebanyak 397 gerai, yang tersebar di seluruh Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News