kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri keramik tetap menanti janji penurunan harga gas industri


Kamis, 18 Oktober 2018 / 18:37 WIB
Industri keramik tetap menanti janji penurunan harga gas industri
ILUSTRASI. Pabrik keramik PT Arwana Citramulia Tbk ARNA


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru mengatur tentang bea masuk keramik impor tentu saja diapresiasi positif bagi industri. Namun hal tersebut dirasa masih belum cukup meningkatkan daya saing selama harga gas industri yang dinilai masih mahal.

Produsen keramik seperti, PT Saranagriya Lestari Keramik (SLG) tak menutup mata bahwa safeguard dengan pengaturan bea masuk tersebut bakal berdampak dengan berkurangnya keramik impor di Indonesia.

"Cuma rasanya masih belum maksimal selama harga gas masih belum support," ujar Susan Anindita, Manager Marketing perseroan ditemui di Galeri Milan Keramik, Kamis (18/10).

Tak muluk-muluk, produsen keramik yang memiliki beberapa brand seperti Hercules dan Milan ini mengatakan setidaknya harga gas industri yang diharapkan berada dibawah rata-rata negara Asia lainnya seperti Malaysia dan India yang rata-rata US$ 5 per mmbtu.

Untuk harga gas yang didapat SLG, Susan enggan merincikannya, namun perusahaan memiliki satu pabrik di Cibitung, Jawa Barat dimana menurut catatan rata-rata harga gas industri di kawasan tersebut menembus US$ 9 per mmbtu.

Dengan fluktuasi kurs saat ini, tentu saja berdampak pada beban produksi perseroan dimana porsi energi cukup besar dan masih dibeli dalam dolar AS. "Untuk itu kami terus tingkatkan efisiensi tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas produk," kata Susan.

Caranya dengan menggunakan mesin produksi baru yang mampu memaksimalkan penggunaan gas sehingga mengurangi waste dari energi tersebut. SLG tidak buru-buru menaikkan harga lantaran khawatir sulit berkompetisi disaat maraknya keramik impor dengan harga murah.

Sebagai catatan saat ini perseroan yang tergabung dalam Wings Group ini memiliki kapasitas produksi sekitar 22 juta meter persegi dalam setahun. SLG selama ini bermain di segmen keramik menengah ke atas, disituasi seperti ini Susan mengaku baik penjualan ritel maupun proyek keduanya berusaha dimaksimalkan.

Sampai bulan ini, menurutnya realisasi produksi pabrikan sudah mencapai 80% dari kapasitas yang dimiliki. "Dibandingkan tahun lalu kami masih survive, tidak alami penurunan namun juga tidak mengalami kenaikan," ungkap Susan mengomentari soal kabar bangkrutnya beberapa pelaku usaha keramik.

Sementara itu PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) juga menghadapi perkara yang sama terkait tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Salah satu faktor produksi industri keramik berasal dari gas yang biayanya berbentuk dollar.

Chief Operating Officer PT ARNA Edy Suyanto mengatakan biaya gas menyumbang sekitar 30% dari total biaya operasional. Akibatnya terasa ketika perusahaan harus mengalami rugi selisih kurs sebesar Rp 3,9 miliar di kuartal III 2018, sedangkan di periode yang sama tahun lalu laba selisih kurs sebesar Rp 479 juta.

Namun demikian lantaran mengincar segmen ritel di kelas menengah dan kebawah, ARNA tetap dapat meningkatkan penjualannya. Tercatat, pendapatan perusahaan mengalami pertumbuhan 13,6% dari Rp 1,26 triliun di kuartal-III 2017 menjadi Rp 1,46 triliun di kuartal-III 2018 ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×