Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Pasar telepon seluler (ponsel) di dalam negeri bakal semakin semarak. Para produsen terus mengeluarkan varian-varian baru ke pasar. Salah satu buktinya, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) terus kebanjiran permintaan sertifikasi ponsel baru.
Sejak awal Januari 2010, Kemenkominfo telah meloloskan uji sertifikasi untuk 110 varian ponsel dari berbagai merek. Sekitar 20 sertifikat lolos pada rentang waktu 1 Maret- 9 Maret. "Permintaannya lebih banyak lagi, tapi sebagian masih dalam tahap uji barang," ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto, Kamis (11/3).
Gatot bilang, tingginya permintaan sertifikasi ponsel sesungguhnya telah terjadi sejak akhir tahun lalu. Dan, angka ini terus meningkat belakangan ini. Namun, ia membantah spekulasi yang menyatakan hal ini adalah dampak pemberlakuan Asean-China Free Trade Agreement (AC-FTA).
Menurutnya, hingga kini dasar hukum yang menjadi landasan utama sertifikasi adalah Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi yang telah ditetapkan sejak tahun 2008. "Paska AC-FTA tidak ada perlakuan khusus," ujarnya.
Namun ia tidak menampik bahwa sebagian besar permohonan sertifikasi saat ini memang didominasi ponsel-ponsel asal China. Menurutnya, asal segala syarat permohonan sertifikasi terpenuhi dan lolos uji barang, Kemenkominfo pasti akan meloloskan sertifikat edar bagi tipe ponsel tersebut.
"Tidak ada diskriminasi. Karena ponsel asal China memang yang paling banyak mengajukan permohonan sertifikasi, maka ponsel China pula yang marak dipasaran," kata Gatot.Menanggapi banyaknya peredaran ponsel lewat jalur tak resmi atau black market, Gatot bilang, pihaknya tak memiliki wewenang di ranah itu.
"Ujung tombaknya tetap bea cukai, kewenangan kami sebatas sertifikasi produk, yakni dengan memeriksa 2 sampel yang kemudian akan kami kembalikan setelah uji barang selesai," tandasnya.
Gatot merinci, selain uji produk, kewenangan Kemenkominfo hanya memastikan adanya layanan purna jual dan service center, serta memeriksa kelengkapan seperti misalnya buku manual. "Kami belajar dari pengalaman BlackBerry. Jadi, sebisa mungkin tak ada kericuhan di kemudian hari yang merugikan pelanggan," imbuh Gatot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News