Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia sudah bukan rahasia lagi. Kondisi ini sudah dikeluhkan masyarakat sejak beberapa tahun silam.
Sudah lazim ditemui, di berbagai situs penjualan tiket online, harga tiket pesawat rute domestik antar-kota di Indonesia kerap lebih mahal dibandingkan dengan rute maskapai yang terbang dari atau ke luar negeri yang jaraknya lebih jauh.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengungkapkan ada sejumlah alasan harga tiket pesawat untuk perjalanan domestik cenderung lebih mahal dibandingkan perjalanan ke luar negeri.
Pertama, ia menjelaskan bahwa dalam penerbangan domestik bahan bakar avtur akan dikenakan pajak, sedangkan untuk perjalanan ke luar negeri tidak dikenakan pajak.
"Kami tidak pernah keluar dari rambu-rambu harga pemerintah. Tapi, pajak masuk kena (PJP2U). Avtur yang kami beli juga kena pajak, tiket yang kami jual ke dalam negeri kena pajak," ujar Irfan di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, dikutip dari Antara, Jumat (15/11/2024).
Kedua, ia menyebut alasan mahalnya tiket pesawat domestik yaitu adanya tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang mengalami kenaikan sebesar 35 persen pada tahun 2023 lalu.
"Nah, setelah TBA (Tarif Batas Atas) itu, ada pajak. Abis itu ada PJP2U yang ini tahun 2023 naik 35 persen diam-diam. Nggak tau kan? Tiba-tiba harga tiket gue naikkan, ya harus naik dong," ujar Irfan.
Baca Juga: Ingin Liburan ke Luar Negeri? Ini Panduan Membeli Tiket Pesawat Internasional!
Irfan mengatakan bahwa harga tiket pesawat kemungkinan akan naik pada tahun depan 2025, seiring dengan akan diterapkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
"Ya naik, itung-itung aja, TBA tambah pajak tambah Angkasa Pura," ujar Irfan.
Ia menyampaikan tidak ada masalah apabila penjualan bahan bakar avtur dibuat persaingan antara perusahaan lain dengan PT Pertamina (Persero).
Namun demikian, ia menyebut perusahaan penjual bahan bakar avtur di luar PT Pertamina (Persero) tersebut harus juga tersedia di seluruh wilayah, hingga ke daerah Indonesia bagian timur.
"Katanya mau dibuka persaingan jangan Pertamina aja, itu juga nggak masalah. Pertamina juga rasanya nggak masalah," ungkap Irfan.
Baca Juga: BBN Airlines Tutup Rute Jakarta-Balikpapan, Kemenhub: Kembalikan Uang Tiket 100%
"Tapi, jangan di Cengkareng aja dong, Pertamina itu di Ternate loh dia, di Palopo loh dia. Kalau lu mau buka jualan avtur di sini dengan harga murah, lu buka juga dong di Palopo, to be fair ya. Kalau cuma Jakarta sama Bali aja, kan nggak fair," ujar dia lagi.
Keluhan bos Airasia
Beberapa waktu lalu, CEO Capital A Berhad, induk usaha maskapai penerbangan AirAsia, Tony Fernandes juga membeberkan hal yang sama, salah satu penyebab paling dominan mahalnya harga tiket pesawat di Tanah Air adalah harga avtur.
Bahkan bila tak berlebihan, menurut Tony, harga avtur yang dijual di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia.
"Biaya bahan bakar lebih tinggi (di Indonesia) lebih tinggi dibanding negara manapun, atau tertinggi di dunia," kata dia dalam Media Briefing di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 6 September 2024.
Menurut kalkulasinya, harga avtur Pertamina lebih mahal sekitar 28 persen bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Lebih tingginya tarif bahan bakar itu dinilai disebabkan oleh tidak adanya kompetisi antara badan usaha penyedia bahan bakar. Asal tahu saja, Pertamina menjadi satu-satunya pemasok avtur di Tanah Air.
"Di Malaysia, ada dua atau tiga perusahaan (penyedia avtur). Di sebagian besar negara, ada pilihan. Jika hanya ada satu di Indonesia, mereka (Pertamina) dapat mengenakan biaya yang mereka inginkan," tutur dia.
Setali tiga uang, selain mahalnya harga avtur, ia juga menyoroti pajak yang dikenakan untuk pembelian BBM. Hal ini juga berkontribusi pada mahalnya harga tiket maskapai.
"Pajak dikenakan dua kali untuk bahan bakar. Hanya untuk penerbangan domestik," tutur Tony Fernandes.
Selain pajak pada BBM avtur, lanjut Tony, maskapai yang beroperasi di Indonesia juga dibebani sejumlah pajak lain yang tidak ditemui di negara-negara lain, misalnya pajak atas sparepart pesawat.
Tonton: Indonesia-Singapura Meningkatkan Kerjasama Bidang Pertahanan dan Ekonomi
Ia memberi contoh, beberapa suku cadang pesawat yang rusak harus dikirim ke luar negeri untuk diperbaiki.
Namun begitu dikirim kembali ke Indonesia, suku cadang akan dikenai pajak impor. Keluhan ini menurut Tony sudah ia sampaikan ke Kementerian Keuangan.
Jika memang tak bisa dihapus sepenuhnya, maskapai penerbangan berharap ada relaksasi atau penyesuaian tarif pajak impor.
"Tidak ada di tempat lain seperti itu," kata Tony.
Faktor lain yang kontribusinya sangat dominan dalam penentuan harga tiket pesawat adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
"Banyak orang menyalahkan maskapai untuk tarif tiket. Kenyataannya kita harus membayar bahan bakar, kita harus menghadapi niali tukar, dan rupiah sedang melemah, sekarang sedang menguat," beber Tony.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bos Garuda Ungkap Alasan Harga Tiket Pesawat Domestik Lebih Mahal"
Selanjutnya: Jadwal IESF WEC 2024 MLBB (15/11/2024), Indonesia vs Arab Saudi Perebutan Juara ke-3
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Naik Rp 4.000 Hari Ini 15 November 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News