Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan fenomena menarik dalam perilaku konsumsi masyarakat kelas menengah.
Sebanyak 86,6% responden dari kelompok ini mengaku kerap mengunjungi mal atau pusat perbelanjaan tanpa melakukan transaksi pembelian, yang populer disebut sebagai rombongan jarang beli (rojali).
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menilai fenomena tersebut tidak terlepas dari kondisi daya beli masyarakat, terutama di segmen menengah bawah, yang masih dalam tekanan.
Baca Juga: AS Kekurangan Cengkih, Asosiasi Rempah Amerika Desak Indonesia Segera Kirim Pasokan
“Tingkat penjualan ritel di Indonesia khususnya untuk kelas menengah bawah sangat dipengaruhi oleh faktor daya beli,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/10/2025).
Menurut Alphonzus, saat ini industri ritel tengah memasuki periode low season. Aktivitas belanja masyarakat cenderung melambat setelah periode Lebaran dan baru akan meningkat kembali menjelang Natal dan Tahun Baru, yang menjadi peak season bagi sektor ritel.
“Kedua hal tersebut mempengaruhi pola belanja masyarakat kelas menengah bawah di pusat perbelanjaan,” tambahnya.
Meski demikian, ia menilai bahwa kunjungan masyarakat ke mal tidak semata-mata didorong oleh kebutuhan belanja. Fungsi pusat perbelanjaan kini telah berkembang menjadi ruang sosial yang multifungsi.
“Saat ini fungsi pusat perbelanjaan bukan lagi hanya sekadar tempat belanja, tapi juga memiliki banyak fungsi seperti pendidikan, sosial, dan hiburan,” jelasnya.
Dengan perubahan fungsi tersebut, Alphonzus menilai tingkat kunjungan ke mal masih akan tumbuh meski tidak terlalu signifikan.
“Kinerja industri pusat perbelanjaan pada tahun 2025 ini diperkirakan tetap tumbuh dibanding tahun lalu, namun pertumbuhannya tidak akan signifikan,” ujarnya.
APPBI memperkirakan rata-rata tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan hanya akan meningkat di bawah 10% sepanjang tahun ini. Adapun tingkat okupansi mal diperkirakan bertahan di kisaran 85%.
Fenomena rojali ini menunjukkan bahwa pusat perbelanjaan kini lebih menjadi ruang rekreasi dan sosial bagi kelas menengah, di tengah daya beli yang belum sepenuhnya pulih.
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Harus Genjot Kontrak Baru untuk Pulihkan Kinerja Keuangan
Selanjutnya: Mayoritas Bank Pelat Merah Catat Penurunan Pendapatan Recovery pada Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Bagaimana Cara Menyembuhkan Trauma Masa Lalu? Intip Caranya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












