kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada 11% perusahaan yang belum memenuhi aturan harga patokan mineral (HPM) nikel


Rabu, 16 Desember 2020 / 15:36 WIB
Ada 11% perusahaan yang belum memenuhi aturan harga patokan mineral (HPM) nikel
ILUSTRASI. Tata niaga nikel domestik berdasar harga patokan mineral (HPM) sudah berjalan. Namun ada sejumlah perusahaan belum penuhi ketentuan.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mengklaim, tata niaga nikel domestik berdasar harga patokan mineral (HPM) sudah berjalan. Kendati begitu, masih ada sejumlah perusahaan yang belum memenuhi ketentuan.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak menyampaikan, tata niaga nikel domestik berbasis HPM itu mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Tata niaga itu diberlakukan lantaran harga bijih nikel yang dibeli smelter memiliki selisih yang sangat besar di bawah Harga Pokok Produksi (HPP).

"Kita menetapkan HPM, khususnya nikel yang terjadi gonjang-ganjing, karena adanya harga yang terlalu jumping di bawah HPP. Menyedihkan, sehingga perlu dibetulkan dengan HPM," sebut Yunus dalam Indonesia Mining Outlook, Rabu (16/12).

Untuk memastikan implementasi tata niaga nikel di lapangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) pun sudah membentuk tim pengawas pelaksanaan HPM nikel lewat Kepmenko Marves No. 18/2020.

Baca Juga: Saham tambang batubara dan nikel masih jadi primadona pekan ini, simak rekomendasinya

Di dalam pengawasan tersebut, kata Yunus, Ditjen Minerba Kementerian ESDM melakukan pengawasan penarapan HPM kepada para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dan IUP OPK Pengangkutan dan Penjualan (trader).

Dilihat dari sisi penyampaian dokumen kontrak, total ada 73 perusahaan yang sudah mendapatkan surat teguran. Dari jumlah itu, ada 67 perusahaan (91,8%) yang sudah menyampaikan surat kontrak penjualan dan surat keterangan tidak ada penjualan.

Hasil dari evaluasi tersebut, Yunus membeberkan, total ada 65 perusahaan (89%) yang sudah sesuai dengan HPM dan surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah. Sedangkan perusahaan yang belum sesuai dengan HPM dan surveyor yang ditunjuk pemerintah ada sebanyak 8 perusahaan (11%).

Yunus menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan HPM. "Jadi Alhamdulillah sudah mulai (berjalan), saya kira nanti akan dilakukan teguran 1, 2, dan 3, pada akhirnya pencabutan (izin). Saya kira kita akan tegas untuk menerapkan HPM ini karena ini akan memberi keadilan bagi semua pihak," ujarnya.

Nilai HPM ini memang lebih rendah dibandingkan dengan harga nikel di pasar internasional. Hal itu bukan tanpa alasan. Menurut Yunus, formulasi dalam HPM itu sudah mempertimbangkan margin keuntungan yang bisa diraih pengusaha smelter maupun penambang bijih nikel.

"Kita buat (HPM) bagaimana supaya memberikan iklim investasi smelter yang baik, tapi sudah memberikan margin bagi badan usaha tambang," sebut Yunus.

Baca Juga: Industri China mulai pulih, harga nikel jadi terangkat naik

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey membenarkan bahwa transaksi pembelian bijih nikel domestik oleh smelter sudah mulai mengacu pada HPM.

Kendati begitu, pelaksanaan tata niaga nikel bukan tanpa kendala. Pertama, dalam seluruh kontrak transaksi hanya berlaku skema cost, insurance and freight (CIF) atau kontrak di pelabuhan smelter. Jika dengan kontrak free on board (FoB) penambang hanya diberikan sekitar US$ 3/mt untuk menanggung biaya tongkang.

"Artinya dalam kondisi ini banyak penambang yang jauh lokasinya seperti dari wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, amupun sebagian kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara itu harus mensubsidi biaay tongkang sekitar US$ 5 -US$ 8/mt," terang Meidy.

Kedua, dispute dari aspek surveyor. Meidy menyampaikan, sejak Oktober 2020, surveyor yang intertek atau belum terdaftar di Kementerian ESDM dan Kemendag digantikan oleh surveyor Anindya yang dipilih oleh perusahaan smelter.

Baca Juga: Harga nikel terbang tinggi, ini faktor pendorongnya

Masalahnya, saat ini surveyor Anindya belum bisa memenuhi kebutuhan pengujian analisa. Selain itu, sering terjadi perbedaan hasil analisa kabar bijih nikel antara pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang merugikan supplier atau penambang.

"Kondisi yang terjadi sering dispute perbedaan kadar antara pelabuhan muat maupun pelabuhan bongkar. Terjadi beberapa keluhan terhadap kinerja, juga waktu pengujian. Ada yang sudah satu bulan lebih belum keluar hasilnya," ungkap Meidy.

Saat terjadi dispute, penambang dan supplier pun melakukan gugatan hukum. Sebab, ketentuan penunjukan pihak ketiga sebagai wasit (surveyor umpire) yang seperti yang tertuang dalam Permen ESDM No. 11/2020 belum digunakan pada saat terjadi selisih perbedaan kadar. "Saksi dari pihak supplier atau penambang tidak dilibatkan dalam proses pengambilan sample," jelas Meidy.

Catatan lainnya, dia menjelaskan, kontrak saat ini merupakan kontrak standar dan tidak ada negosiasi secara business to business (b to b). Selain itu, kontrak saat ini terjadi untuk kadar nikel di atas 1,9%.

Harga dalam kontrak yang sesuai HPM namun ada sejumlah ketentuan penalty. "Apabila lebih rendah dari 1,7% kami akan dikenakan penalty sebesar US$ 14 per wmt," kata Meidy.

Jika kandungan nikel di bawah batas minimum, maka dianggap reject dan kargo tidak dapat dikembalikan. Kontrak pun tidak langsung ke pabrik, namun melalui trader.

Saat ini, terdapat 25 perusahaan smelter dan 15 traders yang membeli bijih nikel dari penambang. Dari sisi penambang, terdapat 293 IUP nikel yang aktif.

Selanjutnya: Jelang tutup tahun, begini realisasi produksi dan penjualan komoditas tambang mineral

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×