Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri memprediksi volume produksi dan penjualan ban bisa melaju cukup kencang pada tahun ini. Tetapi, pelemahan daya beli di tengah dinamika ekonomi dan geopolitik global bisa mengganjal laju industri ban.
Merujuk data dari Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dan Dewan Karet Indonesia (Dekarindo), volume produksi dan penjualan ban diprediksi akan tumbuh pada tahun ini. Untuk kategori ban mobil, jumlah produksi diproyeksikan naik 30,7% secara tahunan (year on year/yoy) dari 68,08 juta unit menjadi 88,98 juta unit.
Sedangkan volume penjualan ban mobil diprediksi tumbuh 20,63% (yoy) dari 69,30 juta unit menjadi 83,60 juta unit pada 2025. Kemudian untuk kategori ban sepeda motor, jumlah produksi diprediksi naik 9,20% (yoy) dari 83,55 juta unit ke level 91,24 juta unit.
Sementara total penjualan ban sepeda motor diperkirakan tumbuh 5,01% (yoy) dari 82,97 juta unit menjadi 87,13 juta unit pada 2025. Kenaikan juga diprediksi terjadi pada produksi dan penjualan kategori ban sepeda.
Produksi ban sepeda diperkirakan naik 50,02% (yoy) dari 18,83 juta unit ke 28,25 juta unit. Sedangkan untuk penjualan diperkirakan tumbuh 36,99% (yoy) dari 18,65 juta unit menjadi 25,55 juta unit pada 2025.
Baca Juga: Michelin Indonesia Pasok Ban untuk Beberapa Model Kendaraan Listrik
Ketua Umum APBI Aziz Pane mengungkapkan estimasi tersebut disusun berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi dan daya beli yang stabil. Dengan adanya gonjang-ganjing perang dagang hingga pelemahan daya beli, Aziz memprediksi target pertumbuhan produksi dan penjualan ban tahun ini akan sulit tercapai.
"Kalau ekonomi begini ya susah, karena yang bisa bikin daya beli naik adalah pertumbuhan ekonomi. Apalagi sekarang banyak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di global juga ada dampak perang tarif," terang Aziz kepada Kontan.co.id, Selasa (3/5).
Aziz pun menyoroti perang tarif imbas dari kebijakan tarif impor yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat (AS). Faktor ini sangat berdampak bagi industri ban Indonesia, lantaran mayoritas hasil produksi diserap oleh pasar ekspor.
Aziz menggambarkan, sekitar 70% dari hasil produksi industri ban Indonesia dipasok ke pasar ekspor. Sedangkan pasar dalam negeri hanya menyerap 30%.
Sementara itu, dari 70% porsi ekspor tersebut, sekitar 30% - 40% dipasok ke pasar AS. Sisanya tersebar ke sejumlah negara, terutama di kawasan Eropa dan Afrika.
"Ekspor ke Amerika cukup besar, tapi setelah Donald Trump bikin tarif, jadi susah. Kualitas ban Indonesia terkenal bagus, banyak disukai, tapi untuk membuka pasar baru itu nggak gampang," terang Aziz.
Baca Juga: Tarif Impor Balasan dari AS Ancam Ekspor Karet Nasional,Industri Ban Paling Terdampak
Sebagai bagian dari dampak perang tarif, Aziz mengingatkan agar pemerintah Indonesia waspada terhadap peralihan produk ban dari China. Aziz berharap penunjukkan Djaka Budi Utama yang memiliki latar belakang militer dan intelijen sebagai Direktur Jenderal Bea & Cukai bisa secara tegas mengatasi persoalan impor barang ilegal, termasuk produk ban.
Di sisi lain, Aziz berharap pemerintah bisa melakukan moratorium pendirian pabrik ban baru. untuk menghindari kelebihan pasokan (oversupply) yang berkelanjutan di tengah kondisi pasar yang sedang tertekan. Azis bilang, saat ini Indonesia sudah dipenuhi oleh pabrik ban multi nasional, termasuk tiga pabrik ban dari China yang akan memproduksi ban untuk pertambangan serta truk/bus.
"Kalau ditambah lagi (pendirian pabrik baru), maka industri ban akan mengalami oversupply yang cukup besar. Jangan sampai nasibnya seperti industri tekstil dan industri sepatu," kata Aziz.
Menurut Aziz, pelaku industri perlu dorongan untuk mengoptimalkan utilisasi produksi yang baru bisa menyentuh level 80%. Adapun, total kapasitas produksi ban di Indonesia mencapai 250,11 juta unit untuk seluruh kategori.
EV dan Peluang Industri Ban
Meski tahun ini terganjal sejumlah tantangan, tapi prospek industri ban masih bisa mendaki. Salah satu pendorongnya datang dari pertumbuhan kendaraan listrik alias Electric Vehicle (EV).
Aziz mengungkapkan secara teknis berat dan tekanan, konsumsi mobil EV bisa lebih besar dibandingkan mobil konvensional. "Konsumsi ban-nya bisa lebih tinggi. Balai Penelitian Karet di Bogor juga sedang meneliti campuran bahan yang bisa lebih tahan terhadap gesekan, terutama untuk mobil listrik" terang Aziz.
Sejumlah pabrik ban pun melihat peluang pertumbuhan masih terbuka. Dihubungi terpisah, Presiden Direktur Michelin Indonesia Ichayut Kanittasoontorn mengungkapkan pertumbuhan EV menjadi salah satu potensi yang dilirik oleh Michelin.
Baca Juga: Bridgestone Fokus Perkuat Penjualan Ban di Segmen Aftermarket
Michelin pun berinvestasi dalam riset dan pengembangan ban premium yang tahan lama. "Keahlian ini memungkinkan Michelin merancang dan memproduksi ban yang sesuai untuk kendaraan listrik maupun konvensional dan memastikan ban kami mampu mendukung performa EV secara optimal," kata Ichayut kepada Kontan.co.id, Selasa (3/6).
Ichayut optimistis volume produksi dan penjualan Michelin pada tahun ini bisa tumbuh positif. Adapun, kontributor utama penjualan Michelin datang dari pasar ekspor ke sejumlah negara di kawasan Afrika, Eropa, Timur Tengah, Amerika, Asia dan Australia.
"Kami menargetkan pertumbuhan positif pada volume produksi dan penjualan di tahun 2025, dengan tetap menyesuaikan strategi berdasarkan dinamika pasar dan kebutuhan konsumen," ujar Ichayut.
Produsen ban lainnya, Bridgestone, juga melihat outlook 2025 secara positif. Presiden Direktur PT Bridgestone Tire Indonesia, Mukiat Sutikno memprediksi volume produksi dan penjualan ban Bridgestone pada tahun ini bisa tumbuh antara 5%-7% dibandingkan tahun lalu.
Pertumbuhan itu akan ditopang dari pasar ekspor, yang mana saat ini Bridgestone telah memasok ke lebih dari 70 negara. Di dalam negeri, Mukiat melihat segmen after market atau pergantian ban masih menjadi pasar yang menarik, begitu juga di segmen pabrikan atau Original Equipment Manufacturer (OEM).
Bridgestone pun turut melirik potensi pasar dari pertumbuhan EV. "Walau penjualan mobil sedang turun, tapi kami melihat kondisi ini hanya sementara. Ke depannya akan bisa jauh lebih baik lagi, mengingat pasar otomotif Indonesia masih potensial. Kami juga melihat potensi EV dengan munculnya mobil-mobil baru," tandas Mukiat.
Baca Juga: Bridgestone Bidik Pasar Ban Kendaraan Listrik di Indonesia
Selanjutnya: Kasus Korupsi Sritex, Kejagung Periksa Pejabat Bank BNI
Menarik Dibaca: 7 Ide Desain Furnitur Ruang Tamu yang Jenius untuk Rumah Minimalis Modern
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News