Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Berikut Kompas.com telah merangkum beberapa di antaranya.
Tidak memiliki peraturan pajak
Mulai 27 Desember 2017, pemerintah telah menetapkan peraturan yang mengatur masalah pajak tersebut. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
PP tersebut menjelaskan poin-poin terkait perpajakan kegiatan industri hulu migas, seperti penyusutan harta, amortisasi, hingga loss carry forward. Dalam PP juga dijelaskan bahwa pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, kontraktor akan diberikan insentif fiskal.
Insentif itu berupa keringanan tarif pajak tidak langsung (indirect tax) sampai 0 persen untuk impor barang kena pajak, bea masuk, pajak pertambahan nilai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lapangan migas eksploitasi.
Baca Juga: Butuh 10 Tahun dan Dana US$ 6 Miliar Untuk Kejar Produksi Minyak 1 Juta Barel
Pembagian hasil tidak pasti Ada anggapan yang menilai bahwa penerapan bagi hasil produksi dengan skema gross split tidak pasti dan hanya menguntungkan bagi pemerintah. Namun, anggapan ini keliru karena formulasi penentuan total bagi hasil sebelum pajak sudah diatur dalam peraturan menteri.
Berdasarkan Permen ESDM no. 8 tahun 2017 dan Permen ESDM no. 52 tahun 2017, variable split akan makin besar jika pengembangan lapangan makin sulit, demikian juga sebaliknya. Saat pengembangan lapangan makin mudah, maka variable split akan makin kecil.
Progressive split pun akan berubah menyesuaikan terhadap besarnya produksi kumulatif dan harga jual produksi. Untuk produksi kumulatif, di saat jumlahnya masih kecil dan modal belum kembali, maka progressive split akan besar.
Seiring dengan bertambahnya produksi kumulatif, progressive split akan makin mengecil.
Sementara itu, untuk harga jual produksi (harga minyak dan harga gas), ketika harga makin kecil, progressive split akan besar. Makin tinggi harga jual, maka progressive split-nya akan semakin kecil.
“Skema gross split membantu mengelola risiko yang ada. Sementara itu, dengan cost recovery bagaimanapun performa wilayah kerja pembagiannya akan tetap sama,” terang Arcandra.
Jadi, pihak kontraktor tetap bisa mendapatkan bagi hasil yang dapat diukur sesuai dengan karakter atau tingkat kompleksitas lapangannya.