Reporter: Danto Rochman, Anna Suci Perwitasari | Editor: Syamsul Azhar
JAKARTA. Booming sektor komoditas – batubara, kelapa sawit, serta minyak dan gas (migas) – sepanjang tahun 2009 membawa berkah bagi sejumlah pengusaha Indonesia. Setidaknya, itu tergambar dalam laporan terbaru versi Majalah Forbes Asia.
Kemarin (3/12), Forbes menerbitkan lagi 40 orang terkaya negeri ini. Lima di antaranya merupakan pendatang baru, dan empat dari lima orang itu adalah para pengusaha di sektor komoditas.
Kelimanya ialah Ciliandra Fangiono, Chief Executive Officer (CEO) First Resources, produsen minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO); Sandiaga Uno, salah satu pemilik Adaro Energy; Hashim Djojohadikusumo, konglomerat minyak dan bisnis niaga; Bachtiar Karim, Chairman Musim Mas, produsen CPO; serta Kusnan dan Rusdi Kirana, pemilik maskapai terbesar kedua Indonesia, Lion Air (lihat infografis).
Yang terbilang menonjol adalah Sandiaga Uno. Mengawali bisnis pada 1997 dengan mendirikan PT Recapital Advisors bersama Rosan Perkasa Roeslani dengan modal nekad, kini total kekayaannya sudah mencapai US$ 400 juta, atau sekitar Rp 3,76 triliun pada kurs Rp 9.400 per US$.
Sayang, Sandiaga tak membalas pesan singkat dan telepon dari KONTAN. Cuma, di mata Rosan, sahabat terdekat yang juga Presiden Direktur Recapital Advisors, Sandiaga adalah pria pintar yang selalu merencanakan bisnis dengan matang. "Tak heran jika sekarang ia mendapat kesuksesan seperti saat ini," kata Rosan.
Rata-rata naik
Selama 2009, sektor komoditas memang benar-benar perkasa. Tengok saja kinerja bursa saham kita. Dalam 12 bulan terakhir, menurut Forbes, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia melesat hingga 115%, tertinggi kedua di Asia setelah Shenzen SE Composite, China. Emiten-emiten sektor komoditas yang mengerek perdagangan saham.
Tak heran jika pengusaha-pengusaha komoditas menikmati betul hasilnya. Aburizal Bakrie, misalnya. Dalam daftar Forbes baru, pemilik Bumi Resources itu sukses naik peringkat. Tahun lalu, akibat krisis, orang terkaya 2007 itu kekayaannya menukik 84% dari US$ 5,4 miliar pada 2007, jadi hanya US$ 850 juta dan hanya pada posisi delapan. Tahun ini, harta Aburizal naik lagi menjadi US$ 2,5 miliar dan menempati posisi empat.
Low Tuck Kwong, pemilik Bayan Resources, juga setali tiga uang. Setahun ini, saham Bayan Resources naik hingga 474%. Tak heran, Low, yang baru tahun lalu masuk jajaran 40 besar orang terkaya dan nangkring di posisi 25 dengan harta US$ 214 juta, tahun ini melejit ke posisi 11 dengan kekayaan US$ 1,18 miliar.
Rata-rata, kekayaan 40 orang itu memang melonjak. Jumlah totalnya naik dua kali lipat, dari US$ 21 miliar pada 2008 jadi US$ 42 miliar tahun ini. Forbes mencatat, lebih dari sepertiga dari daftar tersebut meraup kekayaannya dari sektor batubara, CPO, dan migas, termasuk empat dari lima pendatang baru itu.
Lonjakan harta mereka berbanding terbalik dengan kondisi 2008. Dalam rilis Forbes 12 Desember 2008, rata-rata harta 40 konglomerat itu anjlok tergerus krisis. Angkanya, dari total US$ 40 miliar pada 2007, jadi hanya US$ 21 miliar. Itu seiring anjloknya pasar global, turunnya IHSG sebesar 54% dibanding 2007, dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Pemilik Grup Djarum, Budi dan Michael Hartono, tahun ini masih menempati posisi pertama dengan total kekayaan US$ 7 miliar. Sisanya, diisi oleh wajah-wajah lama.
Yang hilang dari daftar Forbes tahun ini antara lain bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tahun lalu di posisi 29 dengan kekayaan US$ 185 juta; Tan Kian, pemilik hotel bintang lima JW Marriott dan Ritz-Carlton, yang di 2008 di urutan 30 dengan harta US$ 175 juta; Jakob Oetama, kong-lomerat media, yang tahun lalu di posisi 37 dengan harta US$ 80 juta; dan Hadi Surya, pemilik Berlian Laju Tanker, di 2008 pada urutan 38 dengan kekayaan US$ 70 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News