kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada program substitusi, impor baja Indonesia turun 34% sepanjang 2020


Kamis, 04 Maret 2021 / 10:31 WIB
Ada program substitusi, impor baja Indonesia turun 34% sepanjang 2020
ILUSTRASI. Kementerian Perindustrian fokus untuk menjalankan program substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian fokus untuk menjalankan program substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022. Langkah strategis ini guna membangkitkan kembali kinerja industri dan ekonomi nasional akibat gempuran dampak pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan, tahun 2020 merupakan lembaran baru bagi industri baja nasional. Sebab, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Kita berhasil menekan impor sebesar 34%, di mana sebelumnya di tahun 2019, 2018, dan 2017 itu sering diwarnai banjir impor. Karena apa? kami menegakkan kebijakan yang tepat, dengan mengatur supply and demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional,” tuturnya dalam siaran pers di situs Kementerian Perindustrian, Kamis (4/3).

Dirjen ILMATE menyebutkan, impor baja untuk jenis slab, billet, dan bloom pada tahun 2020 tercatat sebanyak 3.461.935 ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.664.159 ton. Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja hot rolled coil per plate (HRC/P) yang pada tahun 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton di tahun sebelumnya.

Baca Juga: Saham Emiten Baja Masih Berpotensi Menguat, Cermati Saham KRAS dan ISSP

Sementara itu, impor untuk jenis cold rolled coil per sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton tahun 2020 dibandingkan pada 2019 yang sebesar 918.025 ton. Untuk jenis baja lapis, impornya juga turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton di tahun sebelumnya.

“Penurunan impor ini diyakini berkontribusi kepada surplus neraca perdagangan Indonesia, namun surplus perlu dipertahankan ke depan dengan menjaga keseimbangan supply-demand baja nasional untuk menarik investasi. Yang harus dipastikan dengan rata-rata peningkatan kebutuhan nasional 5% per tahun, pasar mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri,” ungkap Taufiek.

Baca Juga: BI revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021, ini penyebabnya

Kemampuan industri baja nasional pun meningkat. Hal ini tercermin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab, billet, bloom) saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi tahun 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25% dibanding tahun 2019 yang mencapai 8.888.000 ton. Selain itu, utilisasi pada tahun 2020 juga meningkat hingga 88,38% dari tahun 2019 sebesar 67,86%.

Menurut Taufiek, hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada tahun pandemi 2020. Namun, hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara, seperti China yang produksinya justru meningkat 5,2%.

Berikutnya, produksi baja di Turki juga meningkat 6%, Iran meningkat 13%, dan Indonesia meningkat hingga 30,25% dibandingkan pada 2019. “Sektor industri baja itu indikator ekonomi. Kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Yang penting adalah kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” tegasnya.

Selanjutnya: Permintaan baja diramal terkerek kebijakan diskon PPN untuk properti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×