Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, pemerintah melakukan investigasi terhadap sejumlah produk yang diimpor seperti sirup fruktosa, aluminium foil, dan benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial. Penyelidikan dilakukan karena ada potensi kerugian serius akibat lonjakan volume impor.
Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Mardjoko menyatakan, berdasarkan bukti awal pemohon, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor produk benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial. "Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (4/12).
Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri tahun 2016—2018 dan semester I 2019. Lebih jelasnya, indikasi yang ditemukan KPPI adalah kerugian finansial secara terus menerus yang diakibatkan dari menurunnya volume penjualan domestik.
Baca Juga: Jokowi Mau Bangun Kawasan Terpadu Tekstil, Pengusaha Usul Lokasinya di Tegal
Indikator selanjutnya adalah meningkatnya persediaan akhir atau jumlah yang tidak terjual, menurunnya jumlah tenaga kerja, serta menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Menurut Mardjoko, terhadap lonjakan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yaitu benang, kain dan tirai telah dikenakan bea masuk tindakan sementara (BMTPS) yang berlaku selama 200 hari untuk menghindari kebangkrutan.
BMTPS untuk ketiga jenis lonjakan impor produk tersebut telah ditetapkan masing-masing dengan PMK No. 161/2019 untuk impor benang. Kemudian, PMK No. 162/2019 untuk impor kain dan PMK No. 163/2019 untuk impor tirai. Pengenaan BMTPS tersebut dalam bentuk tarif ad valorem atau dikenakan tarif dalam persen dan tarif spesifik yakni dikenakan dalam satuan unit.
Baca Juga: Ada Angin Segar untuk Emiten Tekstil
Mardjoko bilang, penyelidikan untuk lonjakan impor TPT tersebut masih berlangsung sampai diperoleh hasil penyelidikan yang definitif.
Selain dari industri tekstil, KPPI juga menemukan adanya lonjakan impor produk sirop fruktosa dengan nomor Harmonized System (HS) yaitu 1702.60.20 pada 13 November 2019 lalu.
Indikator yang ditemukan juga senada dengan produk benang dari serat stapel sintetik dan artifisial. KPPI melakukan penyelidikan atas permintaan dari PT Associated British Budi (PT ABB) penghasil produk sirop fruktosa.
Mardjoko mengatakan untuk lonjakan impor produk sirup fruktosa penyelidikan baru dimulai. Pada 13 November 2019 lalu, KPPI sudah menotifikasi ke Sekretariat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca Juga: Pemerintah mengenakan BMTP terhadap impor produk aluminium foil
Selain kedua produk tersebut, pemerintah juga menemukan lonjakan volume impor pada produk aluminium foil.
Alhasil, pemerintah mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk aluminium foil (tidak dicetak atau tidak diberi alas kertas, kertas karton, plastik atau alas semacam itu maupun tidak). Adapun ketebalannya tidak melebihi 0,2 mm, digulung, tetapi tidak dikerjakan lebih lanjut. Kandungan aluminium 97,5% atau lebih menurut beratnya dengan nomor HS Ex. 7607.11.00.
Mardjoko menjelaskan, penetapan BMTP tersebut diputuskan berdasarkan penyelidikan yang dilakukan KPPI. Hasil penyelidikan menunjukkan industri dalam negeri perlu dilindungi atas adanya lonjakan impor produk aluminium foil.
Proses penetapan BMTP tersebut dilakukan dengan surat Menteri Perdagangan tanggal 13 Maret 2019 No. 391/M-DAG/SD/3/2019 yang memutuskan pengenaan BMTP terhadap impor produk aluminium foil tersebut.
Selanjutnya, pada 24 Oktober 2019 Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 153/PMK.010/2019 tentang Pengenaan BMTP Terhadap Impor Produk Aluminium Foil dan diundangkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia 2019 No. 1322. PMK tersebut mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Baca Juga: Produk semen asal Indonesia dikecualikan dari pengenaan BMTP di Filipina
Mardjoko menyebutkan BMTP tersebut berlaku selama dua tahun dengan rincian besaran BMTP tahun pertama sebesar 6 % dan tahun kedua sebesar 4%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News