Reporter: Gloria Haraito |
JAKARTA. Eksportir sayur dan buah mengeluhkan kebijakan pengetatan ekspor sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah disepakati oleh Asean, China, Jepang, dan Korea Selatan (Asean+3) di di Kamboja, Rabu (27/10). Pasalnya, sayur dan buah Indonesia masih kalah saing di panggung internasional.
Sandy Widjaja, Ketua Umum Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (AESBI) mengatakan, kualitas bibit sayur dan buah Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga. "Misal di luas kebun yang sama, produksi sayur lokal di negara tetangga 4 juta ton, di Indonesia cuma 2 juta ton," terang Sandy kepada KONTAN.
Selain itu, sayur dan buah lokal sulit bersaing karena dalam satu kebun seluas 10 hektare (ha), petani Indonesia kerap menanam bermacam tanaman. Satu lahan sebaiknya ditanami satu jenis tanaman. Ini membuat petani konsentrasi menanamkan modal demi meningkatkan kualitas tanaman dan memilih untuk menanam beragam jenis tanaman dalam satu lahan. Alhasil, petani Indonesia sulit memenuhi jumlah permintaan pembeli global.
Infrastruktur pendukung ekspor buah dan sayur di Indonesia juga tergolong mahal. Tengoklah ongkos kontainer pendingin yang dikirim dari Bandung ke Jakarta yang Rp 8 juta; sementara ongkos ekspedisi sayur dari Jakarta ke Singapura cuma US$ 900. "Berarti transportasi dalam negeri kita mahal sekali," terang Sandy.
Sayur dan buah lokal juga masih mengandung pestisida yang tinggi. Meski begitu, persoalan ketiga tak begitu bermasalah karena menurut Sandy, tingkat pestisida sayur dan buah China masih jauh lebih tinggi ketimbang sayur dan buah Indonesia.
Untuk membenahi hal ini, Sandy memandang pemerintah perlu berperan aktif demi merangsang ekspor. "Pemerintah harus giat mengedukasi petani bahwa homogenitas dalam satu lahan itu penting agar kita bisa memenuhi permintaan ekspor," terang Sandy.
Produksi tumbuh 10%
Selama ini ekspor sayur dan buah Indonesia banyak dilempar ke pasar Singapura. Sementara sebagian kecil diekspor pula ke Arab Saudi, Malaysia, dan Thailand. Sebaliknya, pasar buah dan sayur Indonesia dikuasai oleh Malaysia sebesar 43%, China 28%, dan India 6%. Produksi sayur dan buah Indonesia sendiri hanya menguasai 6% dari total pasar.
Sepanjang tahun lalu, produksi buah domestik mencapai 18,9 juta ton. Jumlah ini tumbuh 5% dari produksi 2008 yang sebesar 18 juta ton. Adapun produksi sayur 2009 mencapai 10,4 juta ton, atau tumbuh 4% dari produksi sayur 2008 yang sebesar 10 juta ton.
Nilai ekspor buah tahun 2009 mencapai US$ 104,2 juta, atau turun 16,8% dari ekspor 2008 yang sebesar US$ 125,3 juta. Sedangkan ekspor sayur mengalami peningkatan 41,8% dari US$ 52,3 juta tahun 2008 menjadi US$ 74,2 juta tahun lalu.
Tahun ini Sandy memprediksi produksi sayur dan buah akan tumbuh 10%. Hal ini diikuti dengan ekspor sayur dengan tingkat pertumbuhan yang sama. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya pasar tujuan ekspor di Malaysia dan Thailand.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News