Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
“Local content memang harus ada program, jangan hanya dibuat target harus 30%, misalnya. Tapi harus juga dibuat program, bagaimana agar bisa mencapai 30% itu. Harus ada peran aktif pemerintah dan swasta. Swasta perlu iklim investasi dan pasar. Ini yang harus ditingkatkan,” jelasnya.
Soal adanya kerjasama bisnis ketenaga listrikan dari lawatan Presiden ke Korea Selatan, Heru menyebut, ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menghilangkan kesan kontradiksi.
“pertama tambahan proyek ini sebetulnya untuk kapan implementasinya, kita juga belum tahu. Kedua, yang penundaan itu sebetulnya bagaimana. Itu yang harus dilihat lebih detail lagi,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andy N. Sommeng mengaku belum mengetahui detail dari kerjasama bisnis kelistrikan tersebut.
Sedangkan soal 15.200 MW, Andy mengelak untuk tidak menyebut itu sebagai penundaan, melainkan sebagai pergeseran waktu Commercial Operation Date (COD) di dalam RUPTL 2018-2027.
“Saya belum mendapatkan info lengkapnya. Sebenarnya tidak ada penundaan proyek listrik, yang ada pergeseran waktu COD saja yang sudah tertuang di dalam RUPTL 2018-2027,” ujar Andy.
Dalam hal ini, Arthur menekankan, seharusnya pemerintah mendorong pembangunan kelistrikan sesuai dengan RUPTL. Sebab, dikhawatirkan, adanya pergeseran akan mengundang kekhawatiran bagi para investor.
“Itu bisa membuat investor berfikir-fikir. Pembangunan ini walau pun sekarang slowdown, tapi harus dijaga, supaya nanti waktu kembali ekonomi mengeliat, kita sudah siap infrastrukturnya,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News