kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.205   64,04   0,90%
  • KOMPAS100 1.107   12,22   1,12%
  • LQ45 878   12,25   1,41%
  • ISSI 221   1,22   0,55%
  • IDX30 449   6,60   1,49%
  • IDXHIDIV20 540   5,96   1,12%
  • IDX80 127   1,50   1,19%
  • IDXV30 135   0,68   0,51%
  • IDXQ30 149   1,81   1,23%

Agar mencapai keberlanjutan, petani kelapa sawit dodorong untuk bermitra


Minggu, 01 November 2020 / 16:11 WIB
Agar mencapai keberlanjutan, petani kelapa sawit dodorong untuk bermitra
ILUSTRASI. Agar mencapai keberlanjutan, petani kelapa sawit dodorong untuk bermitra.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dorongan penerapan praktik sustainability kelapa sawit terus bergulir, bahkan penerapannya tidak berhenti tingkat pelaku usaha besar, melainkan berlanjut hingga tingkat petani. Sustainability merupakan market driven atau consumer driven sehingga harus diterapkan semua rantai pasok.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)Joko Supriyono, menyatakan hal ini pada webinar yang diselenggarakan Aspekpir bekerjasama dengan Gapki.

"Petani harus terus didorong untuk sustainbale, maka prioritas pertama adalah peningkatan produktivitas. Kalau produktivitas rendah maka tidak akan bisa bertahan. Sekarang memang harga TBS sedang bagus, tetapi kalau harga sedang rendah produktivitas tinggi membuat petani masih punya margin,” katanya dalam keterangannya, Minggu (1/11).

Tata niaga menjadi masalah sebab  tidak punya akses langsung ke PKS dan banyaknya perantara , harga yang diterima petani menjadi jauh dibawah penetapan pemerintah.  Misalnya harga penetapan Rp 1.500 per kg tingkat petani hanya Rp 1.200 per kg.

Baca Juga: Produktivitas terjaga, petani sawit di Riau lanjut Bermitra dengan PTPN V

Petani PIR jadi contoh karena bermitra dengan perusahaan maka punya akses langsung ke PKS dan harga yang diterima sesuai harga penetapan. Karena itu petani harus mencari mitra perusahaan dan syaratnya adalah membentuk dan memperkuat kelembagaan. Kemitraan merupakan keniscayaan baik bagi perusahaan maupun petani.

Kemitraan inti plasma sudah selesai sejak tahun 90an sekarang justru dibuka peluang kemitraan karena polanya bebas bisa memilih apa saja mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit.

Ada yang sederhana sekedar jadi avalis saja, ada yang sangat kompleks menyerahkan pengelolaan kebun dalam satu hamparan pada perusahaan untuk dioperasikan dan petani harus membayar fee, ada juga perusahaan yang sekedar menjadi pendamping.

Setiyono, Ketua Umum Aspekpir Indonesia menyatakan masa lalu kemitraan seperti bapak angkat dan anak angkat, apa yang dikerjakan perusahaan maka petani tinggal ikut saja karena memang tidak mengerti. Perusahaan membangun kebun dari a sampai z petani tinggal terima bersih saja.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Kebutuhan kelapa sawit sebagai bahan baku green diesel terus naik

Petani juga hanya bergerak di budidaya saja, menjual dalam bentuk TBS. Penetapan harga TBS berdasarkan harga CPO dan inti saja. Pemerintah dulu mengatur soal PIR ini dengan melibatkan banyak instansi sehingga rinci, bukti memang serius mengurus rakyat.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×