Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto angkat bicara soal rencana pemberian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) lebih cepat bagi PT Freeport Indonesia.
Ia menilai, izin usaha PTFI baru akan berakhir pada 2041 sehingga terlalu dini jika ingin diberikan perpanjangan lebih cepat.
“Terlalu dini jika ingin diperpanjang IUPK lebih cepat. Apalagi komitmen Freeport Indonesia pada hilirisasi ini lemah,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (1/5).
Menurut Mulyanto, keterlambatan pembangunan smelter Freeport Indonesia mencerminkan bahwa proyek pengolahan fasilitas pemurnian dianggap kurang menguntungkan bagi perusahaan tambang tembaga tersebut.
“Lebih dari delapan kali melanggar aturan dan tetap diberi relaksasi ekspor konsentrat tembaga. Kali ini jelas-jelas melanggar pasal 170A UU No .3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Amanat dari UU ini ialah sejak Juni 2023 dilarang ekspor mineral mentah,” ujarnya.
Baca Juga: IMEF: Perpanjangan Izin Ekspor Freeport Indonesia dan Amman Mineral Tak Langgar UU
Namun nyatanya, tenggat untuk menyelesaikan smelter katoda tembaga pada Juni 2023 belum juga terealisasi sehingga Freeport Indonesia tetap meminta izin ekspor tembaga dengan alasan pandemi Covid-19.
“Jadi ngono sih ngono, sing ojo ngono. Belum apa-apa malah mau diperpanjang izin IUPK-nya. Aneh-aneh saja. Apa mau ngejar tayang? Belanda masih jauh,” tandas Mulyanto.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengungkapkan saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memberi perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) lebih cepat.
Namun, Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017 jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK) paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi.
Meski aturan berkata demikian, Arifin mengatakan, dalam rapat terbatas (ratas) Jumat (28/4), selain membahas mengenai status ekspor kosentrat tembaga yang diperpanjang hingga Mei 2024, pemerintah juga mengdiskusikan perpanjangan usaha untuk tambang tembaga yang ada di Timika.
“(Perpanjangan izin IUPK Freeport) sudah dalam pengajuan,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (28/4).
Arifin mengharapkan perpanjangan izin ini prinsipnya untuk memberikan tambahan pada pendapatan dan manfaat untuk pemerintah dan negara. Salah satu yang didorong ialah pembangunan smelter baru di Papua.
Pemberian perpanjangan IUPK yang lebih cepat, diakui Arifin sebagai bentuk kepastian usaha bagi Freeport Indonesia yang memiliki sumber cadangan tembaga yang besar.
“Dalam aturan, smelter yang terintegrasi apabila masih memiliki sumber cadangan dia bisa memperpanjang walaupun perpanjangan. Itu kan di kebijakan diatur 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Tetapi ini apa bedanya kan? Maka kami berikan kepastian usaha,” jelasnya.
Dengan kepastian itu, diharapkan Freeport Indonesia bisa mengalokasikan anggaran yang memadai untuk eksplorasi tambahan. Pasalnya, eksplorasi sumber daya mineral tidaklah mudah, perlu waktu dan biaya yang besar.
“Kami harus siapkan aturannya dahulu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk perpanjangan. Tapi prinsipnya akan diberikan,” tegasnya.
Melansir laporan tahunan PTFI 2020, peningkatan produksi bawah tanah di distrik mineral Grasberg di Indonesia terus berjalan. Setelah penyelesaian ramp-up diharapkan memungkinkan Freeport Indonesia menghasilkan produksi tahunan rata-rata untuk beberapa tahun ke depan sebesar 1,55 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ons emas.
Baca Juga: Freeport dan Amman Mineral Tetap Bisa Ekspor, Komisi VII Minta Proyek Smelter Diawasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News