Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) tengah fokus untuk mengakselerasi program hilirisasi. Untuk mencapai target itu, Antam siap menggarap pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter), salah satunya smelter nikel yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Papua Barat.
Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo mengungkapkan, beauty contest untuk menentukan mitra pembangunan smelter tersebut masih dalam proses finalisasi. Arie bilang, proses ini telah mengerucut pada dua perusahaan, satu berasal dari Filipina, satunya dari China.
Yang jelas, lanjut Arie, Antam menginginkan prosi mayoritas dalam smelter tersebut. "Masih finalisasi, artinya nanti kita lihat kalau sesuai dengan kemauan Antam, ya kita jadi. Intinya kita pengen menjadi mayoritas di situ," ujar Arie belum lama ini.
Asal tahu saja, kepada Kontan.co.id, Arie pernah mengatakan bahwa dalam beauty contest ini, calon mitra strategis Antam harus memenuhi sejumlah kriteria. Antara lain sudah punya market share atas produknya, berpengalaman dan menguasai teknologi, serta kemampuan financing.
Sayangnya, pengumuman beauty contest itu pun molor dari target sebelumnya yang bisa selesai pada Agustus tahun lalu. Dalam hal ini, menurut Presiden Direktur PT Gag Nikel, Risono, pengumuman itu molor lantaran ada sejumlah hal yang perlu dinegosiasikan, khususnya mengenai porsi kepemilikan saham dan harga yang sesuai atas investasi di smelter tersebut.
"Proses beauty contest sudah berjalan, tapi ada beberapa klausul yang belum match dengan keinginan Antam, contohnya porsi kepemilikan saham," ungkap Risono saat dihubungi Kontan.co.id, pada Kamis (7/2).
Asal tahu saja, PT Gag Nikel merupakan anak perusahaan Antam yang mengelola tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat. Tambang ini lah yang akan memasok bijih nikel untuk smelter di KEK Sorong tersebut.
Adapun, saat ini PT Gag Nikel 100% dimiliki oleh Antam. Nah, menurut Risono, calon mitra Antam yang memiliki teknologi dan ingin berinvestasi di smelter ini juga menginginkan porsi kepemilikan di PT Gag Nikel.
Alasannya, supaya memiliki keterikatakan dan kepastian supply bijih nikel untuk smelter tersebut. Proses negosiasi porsi kepemilikan dan harga itu lah yang menurut Risono alot untuk diputuskan.
Meski demikian, Risono yakin, proses negosiasi bisa cepat selesai, sehingga proses beauty contest bisa diumumkan pada bulan Februari ini. "Terkait besaran dan porsi investasinya sedang dikaji Antam. Termasuk di dalamnya FS untuk smelternya sedang dibuat," terangnya.
Asal tahu saja, menurut Risono, KEK Sorong dipilih sebagai lokasi smelter karena mempertimbangkan infrastruktur di sana yang dinilai lebih mendukung. "Jadi nantinya biji nikel yang dari Pulau Gag akan dikirim ke Sorong. Infrastruktur di Sorong lebih mendukung, khususnya kebutuhan supply air untuk smelter," ungkap Risono.
Ia menjelaskan, pada tahun ini, pihaknya membidik produksi 1,8 juta ton bijih nikel. Jumlah itu naik dua kali lipat dibanding realisasi produksi tahun lalu yang hanya mencapai 912.000 ton bijih nikel.
Sebab, lanjut Risono, tahun lalu masih merupakan tahap awal operasi produksi mengingat izin operasi produksi PT Gag Nikel baru terbit di akhir tahun 2017. "Tahun 2018 kan tahun pertama operasi produksi. Artinya untuk awal kan kita bangun infrastruktur dulu," katanya.
Untuk tahun selanjutnya, yakni mulai tahun 2020, Risono menargetkan produksi bijih nikel di Gag ini bisa mencapai level 3 juta ton. Besaran itu ditargetkan lantaran mempertimbangkan nilai ekonomis dari smelter yang akan dibangun. "Minimum segitu, kalau di bawah itu, pemilik dana enggan berinvestasi membangun smelter kecil," ujarnya.
Sebagai informasi, tambang nikel Pulau Gag ini memiliki sumber cadangan nikel ore mencapai 391 juta ton. Sementara smelter nikel Antam di KEK Sorong yang bijih nikelnya akan dipasok dari tambang tersebut rencananya akan memiliki kapasitas sebesar 40.000 ton nikel dan 500.000 ton stainless steel per tahun.
Adapun, investasi untuk proyek smelter ini diperkirakan membutuhkan dana hingga US$ 1 miliar. Namun, Risono mengatakan, nilai investasinya bisa di bawah itu, lantaran angka tersebut bergantung dari teknologi yang digunakan.
Sementara itu, menurut Arie Prabowo, apabila hingga akhir bulan ini hasil beauty contest tidak ada yang memenuhi kriteria, maka Antam akan mencari opsi lain. "Mungkin dalam sebulan ke depan kita sudah bisa putuskan, apakah dari calon-calon itu ada yang bisa memenuhi kriteria atau tidak. Kalau nggak, ya kita akan coba melakukan sendiri, tinggal nanti cari partner saja," terangnya.
Risono menjelaskan, bulan Februari ini ditargetkan sudah ada kepastian, mengingat ground breaking atas smelter ini ditargetkan bisa berlangsung pada tahun 2019. "Karena sudah ditargetkan tahun ini bisa minimal ground breaking," ungkapnya.
Tancap gas smelter
Pada tahun-tahun ini, Antam memang tengah tancap gas untuk membangun dan menyelesaikan smelter. Selain smelter nikel di KEK Sorong ini, Antam pun menargetkan proyek smelter feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara berkapasitas 13.500 ton nikel dan feronikel (TNi) bisa rampung pada Juli tahun ini. "Tahun ini harus mulai beberapa project pengembangan dan bahkan Insha Allah (smelter) Feronikel di Halmahera Timur, Juli selesai dan mulai beroperasi," ungkap Arie.
Proyek smelter lainnya yang akan berprogres tahun ini adalah smelter nikel di Tanjung Buli, Halmahera Timur. Saat ini, smelter pengolah bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) dengan kapasitas 30.000 TNi per tahun ini sedang menyelesaikan proses pendanaan. "Proses financing, diharapkan dua bulan lagi sudah bisa groundbreaking," kata Arie.
Selain itu, ada juga proyek smelter bauksit di Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter yang dikerjakan bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Aluminium Corporation of China Limited (Chalco) ini akan menghasilkan produk akhir berupa Smelter Grade Alumina (SGA) berkapasitas 1 juta ton SGA per tahun. "Kita harapkan bisa segera jalan. Paling cepat di tahun 2021," ungkapnya.
Yang jelas, Arie menargetkan proyek-proyek hilirisasi (downstream) Antam akan selesai pada akhir tahun 2021. Sehingga, pada tahun 2022, Antam sudah tidak lagi mengekspor ore, lantaran sudah bisa terserap oleh smelter.
"Pas di Januari 2022 sudah tidak lagi ekspor ore, sudah bisa terserap oleh pabrik-pabrik (smelter) yang kita siapkan. Ini prioritas, karena kalau downstream-nya nggak ada, ngapain punya cadangan banyak tapi nggak diapa-apakan?" tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News