Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) mendorong agar Perum Bulog dilengkapi fasilitas penyimpanan dan pengeringan seperti silo dan dryer guna memperkuat rantai pascapanen serta mendukung peningkatan ekspor jagung nasional.
Ketua Umum APJI, Sholahuddin, mengatakan bahwa sebagian besar petani masih mengandalkan metode pengeringan manual, yang tidak efisien untuk skala besar dan menghasilkan kadar air tidak seragam. Akibatnya, kualitas jagung sering kali tidak memenuhi standar ekspor.
“Peningkatan ekspor perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas pasca panen. Jagung kita harus dikeringkan secara mekanis agar kadar airnya sesuai standar ekspor,” ujar Sholahuddin kepada Kontan, Minggu (12/10/2025).
Menurutnya, keberadaan silo dan dryer di Bulog akan membantu menstabilkan pasokan dan menjaga mutu hasil panen petani.
“Kalau Bulog punya silo dan dryer, mereka bisa membeli jagung petani dalam kondisi kadar air berapa pun. Dari situ, baru bisa dijaga kualitas dan kontinuitas ekspor kita,” tegasnya.
Baca Juga: Kualitas Pasca Panen Jadi Kunci Peningkatan Ekspor Jagung Indonesia
Saat ini Bulog memang sudah memiliki sejumlah fasilitas silo dan dryer, namun sebagian besar difokuskan untuk penanganan gabah dan beras. Kapasitas untuk komoditas jagung masih terbatas, sehingga belum optimal mendukung stabilisasi pasokan dan ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor jagung Indonesia melonjak menjadi 6,4 ribu ton pada Juni 2025, dari sebelumnya yang hanya berkisar 0,1–0,2 ribu ton per bulan. Kenaikan tersebut terjadi di tengah periode panen kedua, ketika stok dari panen raya awal tahun masih tersedia melimpah.
“Sekitar 60% produksi jagung nasional berasal dari panen Februari–Maret, sehingga stok yang tersisa pada pertengahan tahun dapat dialihkan sebagian untuk ekspor,” jelas Sholahuddin.
Meski demikian, ia menilai peningkatan ekspor secara berkelanjutan hanya bisa tercapai jika kualitas hasil panen dibenahi melalui modernisasi pasca panen.
Baca Juga: BPS: Luas Panen Jagung Turun 10,04% Jadi 0,23 Juta Hektare per Agustus 2025
Sholahuddin juga optimistis potensi ekspor jagung tahun depan masih cukup besar. Optimisme itu didukung oleh proyek penanaman jagung seluas 1 juta hektare yang digagas Polri, dengan target produksi mencapai 10 juta ton.
Ia menambahkan, produksi di sejumlah daerah pun menunjukkan peningkatan. Di Lamongan, misalnya, hasil panen sudah mencapai 8–9 ton per hektare, jauh di atas rata-rata nasional 5–6 ton.
“Produksi kita sudah bagus, harga juga stabil di kisaran Rp 5.000 – Rp 6.000 per kilogram. Sekarang tinggal bagaimana memperkuat pengolahan pascapanen agar standar kualitasnya setara dengan permintaan luar negeri,” ujarnya.
Sholahuddin menjelaskan, sebagian besar ekspor jagung Indonesia saat ini masih ditujukan ke negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina dan Malaysia.
“Secara keekonomian lebih efisien karena jaraknya dekat. Selain itu, jagung kita juga lebih segar dibandingkan produk dari Amerika yang umumnya sudah lama disimpan,” katanya.
Baca Juga: Produksi Jagung Pipilan Diprediksi Naik 1,19 Juta Ton pada Januari-November 2025
Selanjutnya: Serikat Buruh Usul Kenaikan Upah Minimum 8% di 2026
Menarik Dibaca: Cara Mengelola Keuangan yang Tepat demi Mencapai Kebebasan Finansial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News