kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APNI: Pemerintah takut ore nikel habis


Kamis, 22 Agustus 2019 / 22:07 WIB
APNI: Pemerintah takut ore nikel habis
ILUSTRASI. Bijih nikel di peleburan milik Antam


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mempercepat larangan ekspor bijih mentah (ore) nikel kadar rendah yang harusnya diterapkan pada 2022.

Sebelum mempercepat larangan itu, Perusahaan nikel yang bergabung dalam Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) meminta agar pemerintah melakukan pembenahan tata niaga nikel terlebih dahulu.

Baca Juga: Asosiasi Nikel kirim surat ke Presiden Jokowi soal rencana stop ore nikel

Sekretaris Jenderal (Sekjen) APNI Meidy Katrin mengatakan pelaksanaan tata niaga perdagangan nikel ore diatur dalam Permen ESDM No.7 tahun 2017 tentang harga patokan mineral (HPM).

Selanjutnya terkait penggunaan surveyor juga sesuai surat edaran kementerian ESDM no 5 E/30/DJB/2016 mengenai penggunaan surveyor dalam rangka pelaksanaan kegiatan jual beli. "Ada lima surveyor yang ditunjuk pemerintah yaitu Sucofindo, Surveyor Indonesia, Carsurin, Geo service, dan Anindya," katanya, Kamis (22/8).

Pemerintah menentukan HPM sebagai acuan dasar royalti pemerintah dan menunjuk lima surveyor tersebut. Akan tetapi, sambungnya, pada kenyataannya pembeli menggunakan surveyor lain yakni Intertek yang mana berdampak pada harga jual nikel yang lebih rendah.

Ia menyebut penjualan satu ton ore nikel kadar rendah 1,7% bisa mengantongi US$ 35 sementara untuk memasok smelter dalam negeri atau penjualan domestik yang kadar di atas 1,8% dengan harga US$ 24 per ton.

Selain itu, Meidy juga menilai terkait pemberian royalti serta PPh ore yang hanya dibebankan pada pemegang izin usaha pertambangan, sedangkan izin usaha industri (IUI) terlepas dari beban tersebut. Ia menegaskan tidak ada aturan yang membahas terkait kewajiban IUI untuk membayar royalti dan PPh.

Baca Juga: Pemerintah Larang Ekspor Bijih Nikel, Ini yang Akan Antam (ANTM) Lakukan premium

Menurutnya penerimaan negera bisa lebih besar apabila ada peraturan yang mewajibkan pembayaran royalti dan PPh oleh IUI. Belum selesai sampai di situ, sekarang Pemerintah berencana mempercepat penerapan larangan ekspor bijih nikel yang harusnya dilakukan beberapa tahun mendatang.

Ia menerangkan hal ini memiliki dampak yang cukup besar bagi pengusaha nikel. "Pemerintah minta percepatan karena adanya ketakutan kehabisan bahan baku nikel ore," tambahnya.

Kendati begitu, Kementerian ESDM masih enggan memberikan kepastian. Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM tak mau banyak berkomentar.

Bambang bilang, sekalipun revisi itu jadi diberlakukan, maka menunggu keputusan dari Menteri ESDM. "Belum ada (pembahasan revisi), eggak tahu Pak Menteri (apakan akan mengubah keputusan)," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (22/8).

Baca Juga: Harga Nikel Diyakini Masih Akan Terus Menguat, Ini Penjelasannya premium

Asal tahu saja, potensi nikel Indonesia terhitung sangat menjanjikan. Menurut Meidy, potensi cadangan nikel di Indonesia masih sangat besar yakni sebanyak 60 miliar ton, yang tersebar di tujuh provinsi yang mana tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Selanjutnya kini APNI sudah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×