kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APRI: Jika tak dikelola dengan baik, pertambangan rakyat rawan disalahgunakan


Minggu, 05 Juli 2020 / 10:00 WIB
APRI: Jika tak dikelola dengan baik, pertambangan rakyat rawan disalahgunakan


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kegiatan pertambangan rakyat di atas kertas dapat mendatangkan banyak manfaat. Namun, jika kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik atau dilakukan secara ilegal, maka banyak pihak yang akan dirugikan.

Ketua Umum Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Gatot Sugiharto menyampaikan, setiap satu penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), maka akan membuka potensi sekitar 500 lapangan kerja baru. Satu IPR juga bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sekitar Rp 1 miliar-Rp 2 miliar per tahun.

Baca Juga: Lewat UU no 3/2020, pemerintah ingin perbaiki tata kelola pertambangan rakyat

“Artinya jika dilakukan melalui prosedur yang benar dan legal, kegiatan pertambangan rakyat akan berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi di daerah setempat,” ungkap dia dalam diskusi virtual, Jumat (3/7).

Gatot juga menekankan pentingnya pemahaman terhadap Pertambangan Tanpa Izin (PETI) agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Menurutnya, PETI bisa berbentuk kegiatan tambang oleh perusahaan tanpa izin lengkap atau izinnya belum selesai namun sudah melakukan penambangan. 

Ada kalanya PETI dilakukan oleh perusahaan yang memanfaatkan penambang rakyat. “Jadi bisa saja korporasi memanfaatkan izin khusus rakyat karena izin khusus mereka sulit,” kata dia.

Gatot pun menyebut kegiatan PETI cukup berbahaya bagi iklim dunia tambang Indonesia. Catatan APRI, penambang Indonesia yang saat ini terindikasi terlibat dalam kegiatan pertambangan ilegal mencapai kisaran 3,6 juta orang.

Baca Juga: Harga emas Antam naik Rp 13.000 sehari (3/7), potensi rugi seminggu 9,34%

Dari jumlah tersebut, kurang lebih 1,2 juta di antaranya merupakan penambang emas yang dapat memproduksi sekitar 120 ton emas per tahun. Adapun ratusan ribu penambang ilegal biasanya terlibat dalam kegiatan pertambangan batuan, minyak, dan batubara.

Menurut Gatot, selama kegiatan tambang tanpa izin terus berlangsung, maka pihak yang diuntungkan adalah negara-negara lain seperti Singapura, India, China, Korea, Jepang, dan sebagainya. Di sisi lain, Indonesia jelas sangat dirugikan.

“Komoditas yang diperoleh secara ilegal ini dijual ke luar negeri kemudian dijual lagi ke Indonesia oleh perusahaan domestik,” ungkapnya.

Perbaikan tata kelola pertambangan rakyat merupakan suatu keharusan. Penerbitan UU No. 3 Tahun 2020 yang memperbarui poin-poin pertambangan rakyat sudah seharusnya diimplementasikan dengan baik.

Baca Juga: Produksi Batubara Dipangkas, Emiten Jasa Tambang Terkena Imbas

APRI pun berharap adanya identifikasi penambang rakyat atau bukan rakyat secara jelas dan terukur. Selain itu, perlu ada pemisahan atau pembedaan antara Izin Usaha Pertambangan (IUP) kecil, yang di dalamnya termasuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dengan IUP perusahaan besar.

Lebih lanjut, pihak APRI menginginkan agar jaminan reklamasi dapat diganti dengan iuran pascatambang. Hal ini supaya rakyat tidak dibebani dengan biaya yang terlalu tinggi.

Sebenarnya, dalam pasal 70 UU No. 3/2020 pemerintah telah mewajibkan pemegang IPR untuk mengelola lingkungan hidup dan membayar iuran pertambangan rakyat.

Baca Juga: Saraswanti Anugerah Makmur (SAMF) Memupuk Laba dari Bisnis Pupuk

“Kami juga berharap pemerintah mengutamakan pembinaan sebelum melakukan penindakan atau penegakan hukum, karena rakyat tidak bisa disamakan dengan perusahaan,” pungkas Gatot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×