kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Aprindo: Konsumsi Ritel Bakal Berkurang Jika Harga Pertalite Naik


Senin, 15 Agustus 2022 / 19:52 WIB
Aprindo: Konsumsi Ritel Bakal Berkurang Jika Harga Pertalite Naik
ILUSTRASI. Barang-barang konsumsi rumah tangga di display sebuah Supermarket di Jakarta Selatan, Senin (2/8/2022). KONTAN/Baihaki/2/8/2022


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey turut menyoroti wacana pemerintah menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Aprindo menilai naiknya harga Pertalite akan berimbas pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat.

"Jika terdapat kenaikan harga BBM khususnya Pertalite, maka minat konsumsi bakal berkurang. Masyarakat akan menahan belanja atau menunda konsumsi, ditambah lagi adanya inflasi," kata Roy kepada Kontan.co.id, Senin (15/8).

Padahal konsumsi rumah tangga paling tinggi kontribusinya bagi PDB (Produk Domestik Bruto), yakni lebih dari 50%. Oleh karena itu, Roy mengatakan ada 3 poin penting yang mesti diperhatikan sebelum pemerintah menaikkan harga jual BBM terkhusus Pertalite.

Pertama, Aprindo berharap besar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat dengan melakukan mitigasi untuk menciptakan masyarakat yang mampu secara daya beli sebelum mengerek harga jual BBM. Hal ini dapat dimulai dengan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya, sehingga menghindari ketidakmampuan masyarakat.

Baca Juga: Sinyal Harga Pertalite Naik, Ekonom: Inflasi Semakin Tidak Terkendali

Kedua, program substitusi dari konsumsi masyarakat juga harus mulai digalakkan. Sebab, kondisi ini membuat ketergantungan bagi suatu bahan pokok seperti gandum yang harganya melambung sejak inflasi. Dengan adanya substitusi, maka konsumsi dapat terus terjaga.

Ketiga, naiknya harga BBM harus memberikan kompensasi yang berkelanjutan misalnya seperti bantuan langsung tunai, bantuan keluarga harapan, ataupun dana desa. Hal ini agar menjaga daya beli masyarakat Indonesia yang lebih dari separuh merupakan kelas menengah ke bawah.

Roy bilang, meskipun inflasi ini terjadi secara global namun kemampuan dari setiap negara tidak dapat disamaratakan. Indonesia sendiri yang memiliki sumber daya unggulan seperti CPO (Crude Palm Oil) ataupun Batubara mestinya bisa menutupi kekurangan-kekurangan di sektor lainnya, sehingga tidak harus menaikkan harga jual BBM.

Namun jika akhirnya pemerintah tidak dapat menahan tekanan inflasi sehingga harus menaikkan harga jual BBM jenis Pertalite, dengan secara terpaksa industri ritel bakal menaikkan harga jual.

Baca Juga: Inflasi Bisa Terkerek ke 7%-8% Jika Harga Pertalite Naik Jadi Rp 10.000 Per Liter

Roy menjelaskan, kenaikan BBM ini sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kelangsungan ritel. Namun dari sektor hulu atau pengusaha yang melakukan penyesuaian harga jual bakal mengerek harga di ritel.

Adapun ongkos produksi ritel dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, listrik dan perpajakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×