Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menolak putusan anti-dumping Uni Eropa terhadap gugatan biodiesel, Indonesia berpotensi menggarap pasar ekspor biodiesel ke Eropa lagi. Namun mengingat ekspor biodiesel Indonesia terakhir dilakukan pada tahun 2014 lalu, maka pengusaha bakal harus memulai dari awal lagi.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyatakan harapannya hingga akhir tahun ini dapat mengekspor produk biodiesel hingga 500.000 kiloliter ke Uni Eropa. Jumlah tersebut jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah ekspor terakhir ke kawasan tersebut pada tahun 2014 yang mencapai volume pengiriman 1,8 juta kiloliter. Dengan demikian, tantangan utama bagi Indonesia adalah mulai menjalin lagi hubungan dagang yang sebelumnya sempat terputus.
"Dalam empat tahun terakhir ini nilai ekspor biodiesel kita hampir kosong, beberapa perusahaan sudah mulai mengirimkan sample ke beberapa negara tapi pelaksanaannya kita masih menunggu," kata Paulus kepada Kontan.co.id, Senin (7/5).
Apalagi, selama empat tahun kekosongan ekspor biodiesel Indonesia, Uni Eropa telah mensubtitusi biodiesel berbasis kelapa sawit dengan minyak dari kedelai. Sehingga menurut Paulus, tidak akan semudah itu bagi Indonesia untuk kembali masuk dengan produk biodiesel Indonesia yang relatif lebih murah dari biodiesel berbasis kedelai.
Sekadar informasi, berkat Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) Uni Eropa yang diterapkan sejak tahun 2013 hingga 2016, ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun drastis 42,84%. Pada tahun 2013, nilai ekspor biodiesel Indonesia mencapai US$ 649 juta, kemudian menjadi US$ 150 juta di tahun 2016. Sedangkan di tahun 2017, Paulus mengatakan ekspor tersebut nihil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News