Reporter: Abdul Basith | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) dan Countervailing Duty (CVD) terhadap produk biodiesel Indonesia. Keputusan pengenaan BMAD dan CVD dikeluarkan oleh United State International Trade Commission (USITC) pada tanggal 9 April 2018.
Melalui dokumen Federal Register, Indonesia dikenakan tambahan BMAD dan CVD dengan kisaran tarif mulai dari 126,97% hingga 341,38%. Keputusan ini tentunya membuat produk biodiesel Indonesia tidak lagi kompetitif di pasar Uwak Sam tersebut.
Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Pradnyawati mengatakan, keputusan itu benar-benar memukul ekspor biodiesel Indonesia ke pasar AS. "Saat ini praktis tidak ada ekspor biodiesel ke AS," ujar Pradnyawati kepada KONTAN, Senin (23/4).
Terkait keputusan tersebut, Pradnyawati bilang, perusahaan biodiesel Indonesia sudah mengajukan banding ke pengadilan domestik AS. Selain itu Pemerintah Indonesia dan pelaku industri dalam negeri juga sedang mempersiapkan upaya lainnya.
Kemdag akan melaporkan keputusan AS ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal itu akan dilakukan setelah melihat hasil keputusan pengadilan domestik AS. "Pada prinsipnya pemerintah dan perusahaan siap mencari keadilan sampai ke tingkat paling tinggi," ucapnya.
Pradnyawati berharap dengan segala upaya itu maka tren kenaikan ekspor biodiesel Indonesia bisa kembali terjadi. Berdasarkan volume, ekspor biodiesel Indonesia tercatat naik rata-rata 47,31% pada tahun 2014 hingga 2016.
Wakil Ketua Umum III urusan perdagangan dan keberlanjutan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan, sebelum ada pengenaan BMAD, ekspor produk turunan crude palm oil (CPO) ke AS memang sudah turun. Selain karena melimpahnya produksi kedelai, pengenaan antidumping dan antisubsidi oleh AS ke produk Indonesia pun turut menekan ekspor.
"Permintaan minyak sawit AS pada bulan Februari turun lalu sudah turun 50% dari bulan sebelumnya," ujarnya. Sebelumnya pada bulan Januari 2018, permintaan minyak sawit AS mencapai angka 193.70 ton. Namun, angka tersebut merosot menjadi 95.990 ton di bulan Februari 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News