Reporter: Vina Elvira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan tambahan tarif 10% dan rencana tarif resiprikal yang dilakukan pemerintahan Donald Trump turut mengubah peta persaingan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan ada beberapa rencana investasi baru dan re-aktifasi kapasitas produksi di sektor hulu tekstil khususnya polyester akibat perubahan peta persaingan di sektor TPT.
"Selain menargetkan pasar ekspor ke Amerika Serikat (AS), utamanya mereka menargetkan pasar domestik karena besarnya konsumsi masyarakat Indonesia" ujar Redma, Senin (28/4).
Baca Juga: APSyFI Sebut Tarif Resiprokal Trump Bisa Memperparah Importasi China ke Indonesia
Meskipun konsumsi serat polyester dan filament nasional d itahun 2024 hanya sekitar 880.000 ton dengan share impornya 54%, namun konsumsi pada saat kondisi normal bisa mencapai 1,4 juta ton.
Rencana investasi dan re-aktifasi kapasitas produksi ini menguat setelah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan memastikan bahwa importasi TPT tetap memerlukan PI (Persetujuan Impor) dan Perteks (Pertimbangan Teknis) serta rencana pemerintah menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) benang filament (POY-DTY) pasca rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (BMAD), menyusul sebelumnya BMAD serat polyester serat safeguard benang pintal, kain tenun dan rajut serta karpet.
“Tiga anggota APSyFI siap mere-aktifasi kapasitas produksi di tahun ini dan satu perusahaan PMA akan masuk dan mulai beroperasi tahun depan, secara keseluruhan akan memberikan tambahan produksi 190.000 ton serat polyester, 250.000 ton POY dan 50.000 ton DTY dengan total investasi sekitar US$ 250 juta,” jelas Redma.
Untuk itu, pihaknya meminta agar dalam kondisi carut marut perang dagang ini pemerintah secara konsisten menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor dan melakukan negosiasi yang cermat dengan pemerintah AS agar mendapatkan penurunan tarif.
Secara terpisah, hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil, Agus Riyanto yang menyatakan bahwa perang dagang ini akan mendorong China dan Vietnam mencari pasar lain untuk pengalihan hasil produksinya dan dengan jumlah penduduk besar, dan Indonesia menjadi incaran utamanya.
Untuk itu KAHMI Rayon Tekstil pemerintah cepat menerbitkan aturan Revisi Permendag 8 2024 yang mensyaratkan Perteks dalam proses penerbitan PI untuk importasi pakaian jadi menyusul produk serat, benang dan kain yang saat ini sudah berlaku.
Baca Juga: Respons Tarif Impor Donald Trump, API dan APSYFI Serukan 4 Poin Ini ke Pemerintah
"Juga agar terjadi proses substitusi impor dan meningkatkan utilisasi industri serta mendorong investasi, kami meminta pemerintah jangan ragu-ragu mengimplementasikan trade remedies baik anti dumping maupun safeguard," ungkap Agus.
Catatan khusus lainnya diberikan Agus terkait mulai maraknya praktik transhipment, dimana Indonesia dijadikan tempat singgah produk negara lain untuk ekspor ke Amerika Serikat.
APSyFI juga mendesak Kementerian Perdagangan untuk segera membenahi aturan dan prosedur terkait penerbitan SKA dan melakukan koordinasi dengan dinas di daerah agar ke depan tidak lagi terjadi transhipment.
Selanjutnya: BEI Pantau Pergerakan Saham WAPO, PTIS dan BIPI, Ini Sebabnya
Menarik Dibaca: Resep Pisang Goreng Madu Ala Bu Nanik yang Manis dan Wangi, Cocok untuk Ngemil Sore
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News