Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyerapan gula petani oleh Bulog di harga pembelian pemerintah dinilai belum efektif mengatasi masalah gula nasional. Apalagi di musim giling ini harga berpotensi jatuh karena pasokan akan berlebih sehingga Bulog akan menerima beban besar bila konsisten menyerap di harga patokan tersebut.
Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan berdasarkan catatannya, penyerapan gula yang dilaporkan anggota telah mendekati 59.000 ton dan tersebar dari pabrik gula yang terletak di Jawa Timur dan di Jawa Tengah. Adapun harganya dilaporkan sekitar Rp 9.350 per kilogram (kg) padahal biaya produksi rata-rata di harga Rp 10.500 per kg. Sedangkan harga serap gula SNI petani yang diterapkan Bulog adalah Rp 9.700 per kg.
"Saat harga gula jatuh karena panen dan diserap Bulog itu bagus, tapi itu bukan pemecahan karena masih di bawah biaya produksi dan rembesan impor," kata Soemitro saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/8).
Oleh karena itu, ia khawatir beban keuangan Bulog akan makin besar bila harus terus menanggung margin harga tersebut. Apalagi, rembesan gula industri dari impor juga menjadi alasan harga gula tidak kunjung naik.
Sekadar mengingatkan, Bulog tengah menjalankan penugasan untuk menyerap gula petani sebanyak 600.000 ton hingga April 2019. Gula petani tersebut berasal dari penggilingan dari pabrik pelat merah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Menanggapi hal tersebut, Soemitro menyayangkan fokus pemerintah yang hanya menyerap dari pabrik milik perusahaan negara. Pasalnya, petani yang menggiling gula di pabrik gula swasta menjadi khawatir bakal semakin tertekan, apalagi harga gula yang diproduksi pabrik swasta lebih murah di kisaran Rp 9.150 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News