kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AS kenakan bea masuk dumping, ini sikap Aprobi


Selasa, 24 Oktober 2017 / 21:26 WIB
AS kenakan bea masuk dumping, ini sikap Aprobi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) pada Senin (24/10) menetapkan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 50,71% untuk impor produk biodiesel dari Indonesia.

Keputusan ini ditetapkan setelah adanya bukti awal adanya dumping harga biodiesel dari Indonesia. Tak hanya Indonesia, penetapan BMAD ini pun diberlakukan untuk produk Biodiesel Argentina.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawa mengatakan, Aprobi pun masih baru menerima kabar ini. Karena itu mereka masih menunggu langkah apa yang akan diambil oleh pemerintah dan perusahaan yang terkait untuk mengatasi hal ini.

"Kami masih belum tahu apa langkah yang akan diambil, tetapi ada beberapa pilihan yang bisa diambil. Perusahaan yang terkena anti dumping tersebut bisa mengajukan ke pengadilan AS, sementara dari sisi pemerintah bisa mengajukan masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)," ujar Paulus.

Menurut Paulus, akibat kebijakan tersebut, produk biodiesel Indonesia memang akan sulit masuk ke Amerika karena harganya yang tinggi. Memang, dalam satu tahun ini Indonesia tidak melakukan impor biodiesel ke Amerika dan Eropa lantaran harganya yang kalah bersaing dengan produk Indonesia.

Padahal, Amerika merupakan salah satu negara tujuan ekspor biodiesel Indonesia terbesar. Pada 2016, Indonesia mengekspor biodiesel sebesar 400.000 kilo liter .

"Tahun ini tidak ada ekspor karena harganya yang tidak bersaing. Amerika juga kan menghasilkan soya bean, juga ada biodiesel dari negara lain. Kalau harga tidak bisa bersaing, kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.

Meski Amerika mengklaim terdapat bukti awal tindakan dumping dari Indonesia, namun Paulus merasa tuduhan tersebut tidaklah benar. Dia bilang, meski Amerika sudah melakukan kajian, namun banyak hasil kajiannya keliru.

"Contohnya, mereka mengatakan biodiesel Indonesia mendapatkan subsidi dari badan pengelola dana sawit, padahal dana dari situ bukanlah uang pemerintah, tetapi dari industri sawit. Jadi tidak ada subsidi di situ, dan juga dana itu digunakan untuk domestik. Banyak kekeliruan dalam kajian mereka," jelas Paulus.

Paulus mengutarakan, saat ini Indonesia tengah melebarkan pasar ekspor biodiesel selain Amerika dan Eropa. Menurutnya masih banyak negara yang berpotensi untuk menyerap biodiesel Indonesia.

Namun kendala yang dihadapi adalah beberapa negara tersebut menghasilkan biodiesel dari komoditas lain atau seperti China yang menghasilkan biodiesel dari minyak bekas.

Sementara, Paulus menerangkan sulit untuk menyerap biodiesel di dalam negeri karena pemakaiannya yang tidak terlalu besar. Dia menyebutkan, dari produksi 11 juta kilo liter biodiesel, serapan dalam negeri setiap tahunnya hanya berkisar 5,5 juta hingga 6 juta kilo liter.

"Sampai akhir tahun ini saja diperkirakan pemakaiannya hanya 2,5 juta kilo liter. Jadi bagaimana pun pasar dalam negeri dikembangkan, kita tetap harus melakukan ekspor. Lagi pula, biodiesel kan adalah industri hilir sawit. Kita harus mengembangkan ekspor produk industri hilir untuk memberikan nilai tambah," ungkap Paulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×