kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Asosiasi kurator dukung penyelesaian utang Garuda lewat pengadilan


Kamis, 11 November 2021 / 14:47 WIB
Asosiasi kurator dukung penyelesaian utang Garuda lewat pengadilan
ILUSTRASI. Layanan kargo maskapai Garuda Indonesia?di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rencana pemerintah melakukan restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) melalui jalur hukum di pengadilan atau in court, mendapat respons positif dari sejumlah kalangan. Salah satunya dari Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). 

Jimmy Simanjuntak, Ketua Umum AKPI menilai, setiap debitor korporasi berhak memanfaatkan fasilitas in court untuk bisa melakukan penyehatan keuangan perusahaannya. Artinya, jika debitur ingin mencapai hasil yang cepat dalam melakukan restrukturisasi utangnya, caranya memang harus ditempuh melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). 

Menurut Jimmy, fasilitas restrukturisasi utang melalui jalur in court, tertuang di dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal itu menyebutkan upaya debitur merestrukturisasi utangnya lewat PKPU bertujuan untuk mencapai suatu kesepakatan atau perdamaian. 

Baca Juga: Jika restrukturisasi utang berhasil, kinerja Garuda (GIAA) baru bisa pulih di 2023

Lewat PKPU, debitur diberikan kesempatan untuk mengajukan proposal perdamaian sesuai dengan skema restrukturisasi. Proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kata Jimmy, lebih efisien dan efektif dibandingkan penyelesaian melalui mekanisme di luar pengadilan. 

Pasalnya, melalui proses PKPU, para kreditur lokal maupun asing harus tunduk kepada yurisdiksi atau ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab, keputusan PKPU itu mengikat untuk semua kreditur. Tapi, jika ingin ikut dalam proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kreditur asing harus mendafatarkan diri terlebih dahulu ke pengadilan niaga di Indonesia.

Meskipun, hasil keputusan dari PKPU tersebut harus didaftarkan kembali ke pangadilan di London, Inggris. Dan, bukan mustahil, jika kreditur tidak menyetujui proposal perdamaian di PKPU, maka akan ada gugatan lanjutan di Pengadilan Arbitrase Internasional di negeri Ratu Elizabeth tersebut, yakni melalui London Court International Arbitration (LCIA). 

Baca Juga: Garuda (GIAA) buka suara soal tarif sewa, nego dengan lessor dan jumlah pesawatnya

Namun, menurut Jimmy, jika proses restrukturisasi in court disertai dengan niat dan itikad baik dari Garuda sebagai debitur untuk mencapai homologasi atau perdamaian dengan kreditur, maka proses PKPU akan berjalan dengan mulus.

"Jadi, kesepakatan homologasi akan bergantung pada proposal perdamaian yang ditawarkan Garuda," kata Jimmy dalam keterangannya, Kamis (11/11). 

Dalam proposal perdamaian, selain meminta keringanan utang, Garuda bisa mengajukan permintaan konversi utang menjadi saham dengan periode selama 10 tahun.

Dengan proposal seperti itu, kreditur akan yakin bahwa Garuda bisa diselamatkan. Sebab, barang-barang atau utang yang diberikan kreditur kepada Garuda bukan sebagai barang jaminan, melainkan barang modal punya kreditur yang sewaktu-waktu bisa ditarik kembali. 

Bisa damai

Tentu, proposal perdamaian yang diajukan Garuda harus mempertimbangkan beberapa faktor. 

Pertama, melihat kondisi ekuitas atau keuangan pihak debitur. Baik dari sisi pendapatan maupun beban operasional Garuda per bulan. 

Kedua, melihat faktor keberadaan pihak investor. Dengan kata lain, apakah ada bantuan atau dukungan dari pihak ketiga, dalam hal ini baik pemerintah maupun swasta.

Ketiga, adanya aset-aset debitur yang bisa dijadikan jaminan untuk  pembayaran utang kepada kreditur.

Persoalannya, jika dari ketiga faktor tersebut tidak bisa memenuhi keinginan kreditur, maka hal ini akan menjadi kendala bagi Garuda dalam melakukan restrukturisasi utang melalui jalur PKPU. 

Baca Juga: Harga sewa pesawat Garuda Indonesia lebih mahal dua kali lipat, begini kata pengamat

Tak hanya itu, pihak kreditur bisa saja tidak mau disodorkan pembayaran cicilan utang Garuda tanpa ada jaminan yang diberikan dari pemerintah atau investor.

"Jadi siapa yang mau menjamin pembayaran utang Garuda? Kalau tidak ada yang menjamin, sulit bagi Garuda mencapai perdamaian dengan kreditur. Bila tidak tercapai perdamaian di PKPU, maka Garuda bisa pailit," kata Jimmy.

Karena itu, sambung Jimmy, dalam proses penyelesaian di PKPU, Garuda harus tetap memiliki fresh money alias uang tunai. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan penuh, terutama kepada kreditur di dalam negeri bahwa Garuda memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu, meskipun harus dengan cara mencicil.

Yang penting, dalam proses pembayaran utang tersebut, Garuda harus mendapatkan grace periode dari pihak kreditur. Misalnya, grace periode itu diberikan dalam jangka waktu tiga tahun. Grace periode ini akan membantu Garuda untuk memperbaiki terlebih dahulu kinerja keuangannya.

Baca Juga: Ini tiga opsi baru restrukturisasi utang jumbo Garuda (GIAA) segede Rp 140 triliun

Dengan adanya grace periode, Garuda tidak ditagih dulu untuk membayar utangnya. Dengan begitu, Garuda punya napas yang lega untuk fokus membenahi kondisi keuangannya.

"Nah, setelah grace periode berakhir, dan operasionalnya mulai running, baru Garuda mulai membayar cicilan utangnya kepada kreditur," imbuh Jimmy. 

Jimmy optimistis, penyelesaian utang Garuda melalui jalur PKPU bisa berujung damai. Keyakinan Jimmy itu bercermin dari kasus serupa yang pernah dialami raksasa tekstil nasional asal Solo, Jawa Tengah, yakni Duniatex Group. Ketika itu, Duniatex Grup memiliki utang sebanyak Rp 22,36 triliun yang tersebar di 58 kreditur.

Pada Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang telah mengesahkan perjanjian perdamaian konglomerasi bisnis pertekstilan di Jawa Tengah itu dengan para krediturnya.

Para kreditur Duniatex memberikan persetujuan atas rencana perdamaian Duniatex Group. Alhasil, Duniatex bisa menjalankan usahanya, tanpa lagi dibayang-bayangi sanksi pailit.

Benahi manajemen

Sekadar catatan, jika hakim memutus perkara PKPU, maka debitur punya waktu hingga 270 hari untuk mengajukan proposal perdamaian guna menyelesaikan semua tagihan (restrukturisasi utang). Proposal itu harus disepakati oleh para kreditur, baik secara mufakat maupun voting. 

Tapi jika hingga batas waktu 270 hari itu tidak tercapai kesepakatan, maka debitur otomatis dinyatakan pailit dan tak ada mekanisme banding atau kasasi lagi.

"Jadi, hasil putusan PKPU akan bergantung pada niat baik pemerintah dalam menyelamatkan Garuda. Jika Garuda dianggap sebagai aset strategis negara, pemerintah harus serius menyelamatkan Garuda," beber Jimmy. 

Tak lupa, Jimmy mengingatkan, pemerintah juga harus serius membenahi manajemen Garuda ke depan. Bagi mantan manajemen Garuda yang terindikasi melakukan dugaan suap dan korupsi perjanjian sewa pesawat, bisa digugat kembali secara hukum. Dalam pengadilan niaga, gugatan kepada manajemen lama disebut gugatan lain-lain. 

Baca Juga: Dirut Garuda (GIAA) kembali bicara soal opsi restrukturisasi

Jimmy bilang, di dalam pasal pasal 3 ayat 1 UU tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, ada sarana hukum yang memfasilitasi gugatan kepada direksi atau komisaris yang melakukan dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan pihak debitur (Garuda).

"Kalau manajemen lama terbukti melakukan dugaan korupsi, harga pribadinya bisa digugat Garuda," tandas Jimmy.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR, Selasa (9/11), Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menegaskan bahwa pemerintah tengah mengkaji opsi restrukturisasi keuangan Garuda melalui jalur pengadilan atau in court. Opsi ini dipilih lantaran jumlah kreditur Garuda sangat banyak, yakni berkisar 60 kreditur. 

Baca Juga: Ekuitas Negatif US$ 2,8 Miliar, Garuda Indonesia Siapkan Proposal Restrukturisasi

Dari jumlah kreditur sebanyak itu, menurut Kartika, sekitar 70% merupakan kreditur asing. "Tidak mungkin Garuda melakukan negosiasi satu persatu dengan 60 kreditur. Waktunya bisa 2 tahun tak selesai," kata pria yang akrab disapat Tiko tersebut.

Selain itu, sulit bagi Garuda melakukan permohonan moratorium karena tidak semua pemberi sewa atau lessor mau moratorium. Per November 2021, utang Garuda dilaporkan telah membengkak menjadi US$ 9,8 miliar atau nyaris Rp 140 triliun.

Tiko menargetkan proses restrukturisasi akan tercapai pada kuartal II tahun 2022. Jika opsi yang ditempuh membuahkan hasil, Garuda bisa mengurangi ongkos operasionalnya menjadi US$80 juta per bulan, sehingga kinerja perusahaan akan pulih pada 2023.

Selanjutnya: Wamen BUMN Kartika: Ekuitas negatif US$ 2,8 miliar, secara teknikal Garuda bangkrut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×