Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
Tentu, proposal perdamaian yang diajukan Garuda harus mempertimbangkan beberapa faktor.
Pertama, melihat kondisi ekuitas atau keuangan pihak debitur. Baik dari sisi pendapatan maupun beban operasional Garuda per bulan.
Kedua, melihat faktor keberadaan pihak investor. Dengan kata lain, apakah ada bantuan atau dukungan dari pihak ketiga, dalam hal ini baik pemerintah maupun swasta.
Ketiga, adanya aset-aset debitur yang bisa dijadikan jaminan untuk pembayaran utang kepada kreditur.
Persoalannya, jika dari ketiga faktor tersebut tidak bisa memenuhi keinginan kreditur, maka hal ini akan menjadi kendala bagi Garuda dalam melakukan restrukturisasi utang melalui jalur PKPU.
Baca Juga: Harga sewa pesawat Garuda Indonesia lebih mahal dua kali lipat, begini kata pengamat
Tak hanya itu, pihak kreditur bisa saja tidak mau disodorkan pembayaran cicilan utang Garuda tanpa ada jaminan yang diberikan dari pemerintah atau investor.
"Jadi siapa yang mau menjamin pembayaran utang Garuda? Kalau tidak ada yang menjamin, sulit bagi Garuda mencapai perdamaian dengan kreditur. Bila tidak tercapai perdamaian di PKPU, maka Garuda bisa pailit," kata Jimmy.
Karena itu, sambung Jimmy, dalam proses penyelesaian di PKPU, Garuda harus tetap memiliki fresh money alias uang tunai. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan penuh, terutama kepada kreditur di dalam negeri bahwa Garuda memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu, meskipun harus dengan cara mencicil.
Yang penting, dalam proses pembayaran utang tersebut, Garuda harus mendapatkan grace periode dari pihak kreditur. Misalnya, grace periode itu diberikan dalam jangka waktu tiga tahun. Grace periode ini akan membantu Garuda untuk memperbaiki terlebih dahulu kinerja keuangannya.
Baca Juga: Ini tiga opsi baru restrukturisasi utang jumbo Garuda (GIAA) segede Rp 140 triliun
Dengan adanya grace periode, Garuda tidak ditagih dulu untuk membayar utangnya. Dengan begitu, Garuda punya napas yang lega untuk fokus membenahi kondisi keuangannya.
"Nah, setelah grace periode berakhir, dan operasionalnya mulai running, baru Garuda mulai membayar cicilan utangnya kepada kreditur," imbuh Jimmy.
Jimmy optimistis, penyelesaian utang Garuda melalui jalur PKPU bisa berujung damai. Keyakinan Jimmy itu bercermin dari kasus serupa yang pernah dialami raksasa tekstil nasional asal Solo, Jawa Tengah, yakni Duniatex Group. Ketika itu, Duniatex Grup memiliki utang sebanyak Rp 22,36 triliun yang tersebar di 58 kreditur.
Pada Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang telah mengesahkan perjanjian perdamaian konglomerasi bisnis pertekstilan di Jawa Tengah itu dengan para krediturnya.
Para kreditur Duniatex memberikan persetujuan atas rencana perdamaian Duniatex Group. Alhasil, Duniatex bisa menjalankan usahanya, tanpa lagi dibayang-bayangi sanksi pailit.