kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.590.000   29.000   1,13%
  • USD/IDR 16.782   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.538   -46,87   -0,55%
  • KOMPAS100 1.181   -4,39   -0,37%
  • LQ45 845   -3,52   -0,41%
  • ISSI 305   -2,17   -0,71%
  • IDX30 436   -0,64   -0,15%
  • IDXHIDIV20 511   0,73   0,14%
  • IDX80 132   -0,80   -0,61%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 140   0,34   0,25%

Aspermigas Ungkap Efek Samping dari Pemangkasan Ekspor Gas


Rabu, 24 Desember 2025 / 19:11 WIB
Aspermigas Ungkap Efek Samping dari Pemangkasan Ekspor Gas
ILUSTRASI. Pengapalan LNG Cargo Perdana oleh Perta Arun Gas (Dok/Pertamina)


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menyebut pemangkasan ekspor gas bumi yang akan diterapkan secara bertahap oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan berdampak pada iklim investasi hulu migas di dalam negergi.

"Efek terbesarnya adalah ya di investasi. Ini akan dilihat sebagai suatu ketidakpastian," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal kepada Kontan, Rabu (24/12/2025).

"Ini yang menahan terusan ekspor gas, yang produksi gas Itu mayoritas daerah-daerah ini mereka masih bergantung pada ekspor, kenapa?"ujar Mosche. 

Moshe menambahkan, jika dibandingkan dengan harga gas yang dijual di dalam negeri, harga gas untuk ekspor dinilai lebih menguntungkan karena tidak adanya intervensi dari pemerintah.

"Investor akan berhitung lagi nih, kalau misalkan dilarang ekspor dan harus dipakai untuk jual di dalam negeri, apakah harga jualnya sesuai dengan apa yang mereka dapat dari luar? Karena kan harga gas dalam negeri itu kan sangat-sangat diatur oleh pemerintah," jelas Moshe.

Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Pangkas Kuota Ekspor Gas Secara Bertahap, Ini Alasannya

Dalam catatan Aspermigas, Moshe menyebut saat ini industri ekspor gas, atau hulu dan produksi gas dengan kapasitas besar, dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) asing, seperti BP (British Petroleum), Chevron, ExxonMobil, dan Petronas.

"Saya rasa, ujung-ujungnya kalau mereka dipaksa jual dalam negeri, mereka bukannya menambah produksinya (gas) malah justru akan mengurangi produksinya karena mereka akan rugi dari sisi harga," tambah Moshe.

Di sisi lain, Moshe juga menyoroti kontrak kerjasama jangka panjang pembelian gas yang mungkin sudah terlaksana antara K3S dengan importir mereka.

"Biasanya (kontrak) jangka panjang, dan ada pinalti. Meskipun pemerintah mau tanggung (pinalti) ini hanya jangka pendek, seharunya ada solusi jangka panjang, ini tidak sustain," jelasnya.

Untuk mengatasi ketimpangan kebutuhan dalam negeri, menurutnya dibandingkan dengan memangkas ekspor, pemerintah harusnya mulai memikirkan untuk meningkatkan volume produksi gas, dengan penyesuaian harga di dalam negeri.

"Coba kita pikir jangka panjang, gimana kita meningkatkan produksi gas kita. Jadi tetap bisa ekspor sebagaian dan dalam negeri juga," ungkapnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut akan memangkas kuota ekspor gas bumi secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang.

Baca Juga: Penuhi Kebutuhan Gas Dalam Negeri, Alokasi Ekspor Gas Dialihkan

Menurut Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Hendra Gunawan, langkah ini dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan gas bumi untuk industri di dalam negeri.

Hendra menambahkan, sektor industri masih menjadi pengguna gas bumi terbesar di dalam negeri. Diikuti kebutuhan untuk ekspor LNG, domestik LNG dan kelistrikan.

"Pemerintah telah menerapkan kebijakan untuk memprioritaskan kebutuhan gas dalam negeri, dan kuota ekspor akan diturunkan secara bertahap,” kata Hendra dalam diskusi publik Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang diselenggarakan secara daring, dikutip Rabu (24/12/2025).

Hendra juga menjelaskan, rata rata pemanfaatan gas bumi mencapai 5.594 Billion British Thermal Units per Day (BBTUD) sepanjang Januari hingga September 2025.

Dari besaran tersebut, gas yang diperuntukan untuk kebutuhan domestik mencapai 3.895 BBTUD, sementara porsi untuk ekspor mencapai 1.658 BBTUD.

Adapun selain strategi lain memangkas kuota ekspor, pemerintah ungkap dia bakal menggenjot eksplorasi dan percepatan produksi dengan tetap mempertimbangkan iklim investasi serta menjaga keekonomian hulu.

“Pemerintah juga mendorong penyediaan infrastruktur gas bumi untuk mendukung pemanfaatan gas bumi domestik yang lebih optimal,” tambah Hendra.

Baca Juga: Aspermigas Soroti Polemik Kebijakan Migas di Tahun Pertama Pemerintah Prabowo–Gibran

Selanjutnya: Prabowo Sentil 20 Perusahaan Sawit yang Ingkar dan Tak Penuhi Kewajiban ke Negara

Menarik Dibaca: Link Live Streaming Al Nassr vs Al Zawraa Laga Penentuan ACL Two 2025, Klik di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×