Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali membuka peluang revisi aturan mengenai kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).
Evaluasi ini dilakukan lantaran kebijakan tersebut dinilai belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan cadangan devisa negara.
Berdasarkan catatan Kontan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, hasil pelaksanaan kebijakan DHE SDA sejak diberlakukan pada Februari 2025 belum sepenuhnya mendongkrak cadangan devisa nasional.
Baca Juga: Evaluasi Aturan DHE SDA, Airlangga Sebut Ada Gangguan di Sistem Keuangan Indonesia
Karena itu, pemerintah akan meninjau kembali efektivitasnya bersama Bank Indonesia (BI).
"Aturan DHE akan ditinjau lagi. Saya gak tahu direvisi atau enggak, kan saya gak begitu detail. Tapi kelihatannya hasilnya belum betul-betul berdampak ke jumlah cadangan devisa kita," ujar Purbaya kepada awak media di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (13/10).
Purbaya menambahkan, evaluasi tersebut akan melibatkan BI sebagai otoritas yang mengelola kebijakan moneter dan cadangan devisa.
Sebagai catatan, pemerintah sebelumnya telah merevisi aturan DHE SDA melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025. Dalam beleid tersebut, eksportir diwajibkan menempatkan 100% DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia untuk jangka waktu paling singkat 12 bulan di rekening khusus DHE SDA.
Namun, setelah 8 bulan penerapan DHE SDA, kebijakan ini dinilai belum menunjukkan hasil yang diharapkan terhadap peningkatan cadangan devisa nasional.
Baca Juga: Kebijakan DHE SDA Belum Dongkrak Cadangan Devisa, Pemerintah Bakal Evaluasi Ulang
Rencana evaluasi tersebut disambut positif oleh pelaku usaha di sektor pertambangan. Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan, langkah pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan DHE SDA merupakan langkah tepat.
“Semua eksportir yang terdampak tentu mengapresiasi langkah evaluasi ini. Harapannya, hasil evaluasi nanti bisa lebih meningkatkan fleksibilitas kebijakan agar pelaku usaha tidak terlalu terbebani,” kata Hendra kepada Kontan, Selasa (21/10).
Menurut Hendra, pelaku tambang selama ini sudah mematuhi kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor di dalam negeri. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan beban tambahan dari sisi biaya bunga, karena dana devisa yang ditempatkan di perbankan domestik tidak dapat digunakan secara leluasa untuk kebutuhan operasional.
“Dampaknya pasti ada, terutama dari sisi biaya bunga. Tapi sejauh ini anggota kami di sektor pertambangan sudah menjalankan kewajiban tersebut dengan baik,” katanya.
Baca Juga: Agar Implementasi Aturan Baru DHE SDA Berhasil, Harus Ada Sinergi Lintas Sektoral
Hendra berharap hasil evaluasi dapat menghasilkan aturan yang lebih adaptif dan mendukung aktivitas bisnis.
“Kalau kebijakan baru nanti bisa lebih fleksibel dan mendukung kelancaran operasional perusahaan, tentu akan berdampak positif terhadap pertumbuhan sektor tambang,” jelasnya.
Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani juga berharap evaluasi tidak justru memperumit aturan yang sudah berjalan baik.
“Sejauh ini pemberlakuan DHE sudah berjalan sesuai aturan. Kita perlu mengetahui lebih jelas dulu apa yang akan ditinjau. Tentu harapannya tidak akan menyulitkan pelaku usaha tambang,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (21/10).
Gita menegaskan, industri pertambangan merupakan sektor padat modal sekaligus padat karya secara tidak langsung, karena melibatkan rantai pasok yang panjang. Oleh sebab itu, kelancaran arus kas menjadi hal krusial dalam menjaga keberlangsungan operasi perusahaan.
“Dan jika nantinya ada review maka perlu mempertimbangkan agar tidak menjadi kendala,” katanya.
Baca Juga: Pengimpor di Luar Negeri Telat Bayar, Berdampak ke DHE SDA
Dari sisi hilirisasi, Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Arif Perdana Kusumah, juga menyambut baik rencana peninjauan kembali kebijakan DHE SDA.
Menurutnya, aturan yang mewajibkan penempatan devisa selama 12 bulan perlu dikaji ulang karena berpotensi menekan daya saing industri pengolahan dan pemurnian mineral.
“Dari sisi pelaku usaha pengolahan dan pemurnian nikel, kami menyambut baik bila aturan retensi DHE SDA selama 12 bulan ini ditinjau kembali,” ujar Arif kepada Kontan, Selasa (21/10).
Arif menjelaskan, penahanan DHE dalam waktu lama membuat perusahaan harus mencari pendanaan tambahan dari perbankan, padahal suku bunga pinjaman di dalam negeri relatif tinggi. Kondisi ini meningkatkan beban biaya dan menurunkan daya saing ekspor nasional.
Baca Juga: Aturan Baru DHE SDA Berpengaruh ke Simpanan Valas Bank, Tapi Itu Belum Cukup
“Jika harus mendapatkan piniaman bank akibat penahanan DHE selama 12 bulan, suku bunga pinjaman bank yang tinggi dapat meningkatkan beban biaya bagi pengusaha. Kebijakan ini dapat mengurangi daya saing ekspor nasional,” jelasnya.
Selanjutnya: CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) Catat Penurunan Rasio BOPO Jadi 72% per Kuartal III
Menarik Dibaca: 10 Kebiasaan Mental yang Memastikan Anda Sukses Finansial Jangka Panjang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News