Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto menempatkan swasembada energi sebagai prioritas utama dalam program kerja yang terangkum dalam Asta Cita.
Peran sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dinilai sangat penting untuk mendukung pencapaian tersebut, utamanya dalam menghapus aturan yang berpotensi menghambat lifting migas.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menyambut upaya pemerintah merevisi regulasi yang berpotensi menghambat lifting migas yang dinilai positif, khususnya dalam upaya menyelesaikan hambatan investasi dan birokrasi.
Namun, ia mengingatkan bahwa sektor hulu migas masih menghadapi tantangan besar terkait revisi Undang-Undang Migas yang belum selesai sejak 2008.
Baca Juga: Menilik Keefektifan Pengelolaan Sumur Tua Migas oleh Koperasi
"Regulasi merupakan payung hukum utama. Tanpa ini, sulit bagi investor untuk memiliki kepastian, apalagi dalam sektor yang membutuhkan modal besar dan risiko tinggi seperti hulu migas,” ujar Komaidi dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).
Komaidi juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor yang lebih efisien. Ia menyebut, proses perizinan yang melibatkan hingga 400 izin dari 11 kementerian menjadi kendala besar.
"Pemimpin negara dapat mempercepat proses ini melalui perintah langsung kepada menteri koordinator terkait," jelasnya.
Menurut Komaidi, keberadaan regulasi yang kokoh harus diiringi dengan dukungan teknis, manajemen risiko yang matang, serta iklim investasi yang kondusif.
Baca Juga: Investasi Hulu Migas Meleset dari Target
"Tanpa payung hukum yang kuat, investasi triliunan sekalipun bisa hilang begitu saja," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan komitmennya dalam mendukung program swasembada energi melalui penguatan sektor hulu migas nasional.
Langkah tersebut mencakup penyelesaian hambatan regulasi yang selama ini membatasi potensi sektor migas, serta pemangkasan aturan yang menghambat eksplorasi dan peningkatan lifting.
Ia juga menyoroti pengelolaan sumur-sumur migas idle agar dapat dioperasikan kembali melalui kerja sama dengan kontraktor kerja sama (KKKS).
Baca Juga: Industri Hulu Migas Sumbang Penerimaan Negara US$ 12,7 Miliar per Oktober 2024
Selain itu, mulai 2026-2027, 60%-70% gas yang diproduksi akan diarahkan untuk konsumsi dalam negeri guna mendukung hilirisasi dan pembangunan industri berbasis gas, seperti bahan baku LPG C3 dan C4.
Bahlil menambahkan, peran strategis Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus lebih dioptimalkan. Ia meminta SKK Migas untuk lebih akomodatif dan responsif dalam mendukung upaya peningkatan lifting migas.
Selanjutnya: Indonesia Perlu Pendanaan Iklim yang Lebih Adil di COP29
Menarik Dibaca: 4 Tips Mendidik Anak agar Menjadi Pendengar yang Baik, Praktikkan Sedini Mungkin Moms
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News