kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.891.000   25.000   1,34%
  • USD/IDR 16.437   -122,00   -0,74%
  • IDX 7.062   22,00   0,31%
  • KOMPAS100 1.025   4,32   0,42%
  • LQ45 798   1,81   0,23%
  • ISSI 222   1,06   0,48%
  • IDX30 416   1,04   0,25%
  • IDXHIDIV20 494   2,95   0,60%
  • IDX80 115   0,40   0,35%
  • IDXV30 118   1,30   1,11%
  • IDXQ30 136   0,30   0,22%

Australia kurang menguntungkan menjadi target ekspor Indonesia


Rabu, 24 Agustus 2011 / 17:43 WIB
Australia kurang menguntungkan menjadi target ekspor Indonesia
ILUSTRASI. Ingin mengembangkan kemampuan? 5 Website ini menyediakan kursus online secara gratis. ANTARA FOTO/Seno/aww.


Reporter: Dani Prasetya |

JAKARTA. Australia dinilai kurang menguntungkan menjadi target ekspor Indonesia. Sebab, selama ini transaksi perdagangan kedua negara tidak seimbang.

"Lebih banyak impor ketimbang ekspor Indonesia ke Australia," ujar Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahayana, Rabu (24/8).

Neraca perdagangan Indonesia-Australia mengalami defisit sebesar US$ 14 juta pada 2010. Secara pertumbuhan sebenarnya ekspor produk industri Indonesia sepanjang kurun waktu 2007-2010 meningkat rata-rata 13%. Angka itu lebih tinggi ketimbang impor produk sejenis dari Australia yang rata-rata sekitar 4%.

Bahkan, komoditi ekspor Indonesia relatif memegang pangsa pasar Australia. Misalnya, otomotif yang menguasai pangsa pasar sebesar 20,4%, hasil pengolahan emas, perak, logam mulia, perhiasan sebesar 14,4%, pengolahan kayu 8,6%, mesin 7,5%, serta bubur kertas (pulp) dan kertas sebesar 7,2%.

Agus mengakui, beberapa produk industri mengalami pertumbuhan ekspor yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir. Antara lain, otomotif dan komponen 229%, minyak atsiri 154%, pupuk 102%, komoditi lain 75% dan alat olahraga 68%. Namun, produk industri yang diekspor itu, menurutnya, merupakan hasil produksi perusahaan merek global yang berbasis di Indonesia. "Jadi belum sepenuhnya nilai tambah dikantongi Indonesia," ucapnya.

Untuk diketahui, impor dari Australia memang mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Impor barang konsumsi terdata meningkat sejak 2007 sebesar US$ 251,44 juta lalu naik menjadi US$ 294,61 pada 2008, dan terakhir terkerek lagi menjadi US$362,755 juta. Khusus pada periode Januari-April 2011 memang mengalami sedikit penurunan sebesar 8,74% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi US$ 117,30 juta dari sebelumnya US$ 128,53 juta.

Namun, impor itu beralih pada kelompok bahan baku yang naik 27,44% pada Januari-April 2011 menjadi US$1,316 miliar dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 1,03 miliar. Secara total saja, impor bahan baku pada 2010 tercatat sebesar US$3,47 miliar. Angka itu naik dari realisasi impor bahan baku pada 2009 sebesar US$ 2,91 miliar.

Mayoritas impor Indonesia dari Australia berupa bahan baku seperti alumunium oksida 45,2%, katoda tembaga 8%, paduan alumunium 9%, dan gula 17%.

Untuk impor barang modal seperti mesin pompa air, mesin pengeboran dan mesin industri lainnya relatif lebih kecil dibanding impor barang konsumsi. Indonesia banyak mengandalkan pasokan daging 27,8%, produk susu 8,5%, garam 24,8% dan keju 6% dari Australia.

Kalah saing

Melihat struktur produk ekspor-impor kedua negara, Agus menilai, potensi Indonesia untuk masuk ke pasar Australia akan cukup sulit. Apabila dibandingkan, komoditas pertanian dan hortikultura yang jadi keunggulan Indonesia masih kalah saing dengan Australia. Bahkan, produk pertanian untuk konsumsi pun masih kalah saing dengan kualitas Australia.

Padahal, Kementerian Perdagangan berniat mendongkrak pasar ekspor dari negara pembentuk 70% porsi ekspor Indonesia seperti China, Taiwan, India, Taiwan, Jepang, Australia dan Selandia Baru. Peningkatan porsi ekspor itu untuk mencapai target pertumbuhan nilai ekspor sekitar 20% pada 2012. Hal tersebut untuk memanfaatkan momentum asumsi pencapaian target ekspor sebesar US$200 miliar pada akhir 2011.

"Kalau US$ 200 miliar tercapai seperti yang kita targetkan, artinya ada peningkatan sebesar 25% dibanding 2010. Kami manfaatkan momentum ini untuk target nilai ekspor 20% pada 2012," tutur Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu.

Optimisme penetapan target nilai ekspor sebesar 20% pada 2012 itu merupakan efek dari tren pertumbuhan nilai ekspor pada semester I 2011 mencapai 36% yang diperkirakan bakal meningkat pula pada semester II 2011.

Apabila tren kenaikan nilai ekspor terealisasi hingga akhir tahun maka, Marie optimistis, US$200 miliar bakal tercapai. Sehingga, momentum pencapaian nilai ekspor sebesar US$200 miliar, lanjutnya, harus dimanfaatkan dengan penetapan pertumbuhan nilai ekspor 20% pada tahun depan.

"Minimal 18% tahun depan untuk nilai ekspor, sedangkan volumenya sekitar 15%. Ini minimum," katanya.

Untuk komoditi andalan, Marie menjelaskan, batu bara, kelapa sawit, makanan, kakao, kopi, ikan, dan produk manufaktur bisa mendongkrak nilai ekspor Indonesia sekitar 20% dari pencapaian akhir 2011. Khusus untuk ekspor produk manufaktur diperkirakan meningkat lantaran banyaknya perusahaan yang merelokasi pabriknya ke Indonesia dengan tugas sebagai penyuplai produk ke Asia Tenggara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×