Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
SIMALUNGUN. Kopi Indonesia terkenal dengan kualitas premium di pasar ekspor. Setiap biji kopi yang akan dikirim ke Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Timur Tengah wajib menjalani berbagai tes dan sortir. Biji kopi yang hanya berkualitas bagus merupakan pilihan bagi pasar ekspor. Sisanya? Menjadi konsumsi pasar lokal.
Konsultan Agribisnis International Finance Corporation (IFC) Zaenudin Toyib menuturkan, biji kopi berkualitas jelek yang diberi label grade 6 menjadi konsumsi pasar lokal. Biji kopi itu bisa disebut sortiran kualitas jelek (pangkal) yang berbiji pecah, hitam, dan banyak berkulit ari/tanduk. Tingkat kadar airnya pun melebihi batas kualitas ekspor sebesar 12%.
Penikmat kopi biasanya tahu ciri kopi kualitas jelek. Namun, para pemula bisa mendeteksi hal itu mulai dari biji hingga seduhan kopi. Saat masih berbentuk biji asalan (dikelupas dari kulit tanduk dan ari), kualitas jelek berwarna hijau pucat. Warna antar biji pada setiap sampling 300 gram pun tak seragam. "Defect (cacat) yang banyak masuk grade 6," ujarnya, di sela peresmian pusat pelatihan petani kopi di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, Selasa (6/12).
Quality Control Officer PT Indo Cafco Anna Flora Silalahi ikut menambahkan, biji kualitas jelek memberi efek tingkat kekentalan yang tidak bagus pada seduhan air panas. Saat menghirup pun tercium aroma obat-obatan atau fermentasi yang merusak ciri kopi.
Saat merasakan di mulut pun, katanya, seduhan kopi akan terasa tidak bersih karena banyak ampas kayu dan kulit tanduk. "Aroma kopi pun kurang tajam karena banyak kulit dan kerikil," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News