kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.282.000   -45.000   -1,93%
  • USD/IDR 16.624   -5,00   -0,03%
  • IDX 8.093   -24,52   -0,30%
  • KOMPAS100 1.125   -4,40   -0,39%
  • LQ45 823   -1,92   -0,23%
  • ISSI 283   -0,49   -0,17%
  • IDX30 433   -0,40   -0,09%
  • IDXHIDIV20 498   -2,95   -0,59%
  • IDX80 126   0,00   0,00%
  • IDXV30 136   -0,02   -0,01%
  • IDXQ30 139   -0,09   -0,06%

Bakal Diterapkan Tahun Depan, Mandatori B50 Dinilai Bebani Petani dan Dana BPDPKS


Selasa, 28 Oktober 2025 / 20:07 WIB
Bakal Diterapkan Tahun Depan, Mandatori B50 Dinilai Bebani Petani dan Dana BPDPKS
ILUSTRASI. Panen kelapa sawit pada perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) Regional 3 di Kalimantan Tengah. Kelompok petani sawit menyoroti rencana pemerintah menaikkan kadar campuran biodiesel dari B40 menjadi B50.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelompok petani sawit menyoroti rencana pemerintah menaikkan kadar campuran biodiesel dari B40 menjadi B50. Kebijakan yang disebut akan berlaku tahun depan itu dinilai berpotensi menekan pasokan bahan baku industri pangan dan menambah beban keuangan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Ketua Umum Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) Mansuetus Darto mengatakan, kenaikan campuran biodiesel menjadi B50 bakal meningkatkan serapan minyak sawit mentah (CPO) di sektor energi. Akibatnya, pasokan CPO untuk industri pangan seperti minyak goreng dan produk turunan lain bisa berkurang.

“Kalau konsumsi sawit untuk biodiesel terus dinaikkan, otomatis pasokan untuk industri minyak goreng dan pangan akan menipis. Ini akan menekan pelaku industri dan masyarakat karena harga minyak makan bisa naik lagi. Pemerintah perlu hati-hati dan tidak hanya melihat sisi energi,” ujar Mansuetus dalam keterangan resmi, Senin (27/10).

Dia juga mengingatkan, peningkatan campuran biodiesel menjadi B50 akan mendorong kenaikan kebutuhan subsidi yang bersumber dari dana BPDPKS. Padahal, sebagian besar dana lembaga tersebut sudah terserap untuk subsidi biodiesel, sementara porsi untuk program petani relatif kecil.

Baca Juga: Fenomena 'Rojali' di Kalangan Kelas Menengah Masih Marak, Hippindo Bilang Begini

"Selama ini hampir 90% dana BPDPKS digunakan untuk subsidi biodiesel, sementara program bagi petani hanya sekitar 8%. Kalau subsidi terus ditambah, nasib petani makin terpinggirkan,” tegas Mansuetus.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) sekaligus anggota POPSI Alpian Arahman menilai kebijakan B50 justru bisa melemahkan sumber pendanaan BPDPKS. Sebab, peningkatan konsumsi domestik akan menekan ekspor CPO yang menjadi sumber utama pungutan dana BPDPKS.

“Kalau pasar domestik menyerap lebih banyak CPO, ekspor pasti berkurang. Padahal dana BPDPKS untuk subsidi biodiesel itu berasal dari pungutan ekspor. Ini kontradiktif kebutuhan subsidi naik, tapi sumber dananya malah turun,” jelas Alpian.

Dia juga mengingatkan, apabila pemerintah menaikkan pungutan ekspor untuk menutup kebutuhan subsidi, dampaknya akan langsung dirasakan petani. Berdasarkan perhitungannya, kenaikan pungutan ekspor sebesar US$ 50 per ton CPO bisa menekan harga tandan buah segar (TBS) petani sekitar Rp45 per kilogram.

“Kalau pungutan dinaikkan lagi, petani yang paling menderita,” ujar Alpian.

Atas dasar itu, POPSI mendesak pemerintah meninjau ulang arah kebijakan biodiesel dan memperbaiki porsi penggunaan dana BPDPKS agar lebih berpihak kepada petani.

“Kami meminta pemerintah menyeimbangkan kembali prioritas penggunaan dana BPDPKS. Petani harus menjadi subjek utama, bukan sekadar penonton dari kebijakan biodiesel,” tegas Mansuetus 

Pemerintah siapkan skema pengaman pasokan

Menanggapi kritik tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan penerapan program biodiesel 50% (B50) tidak akan mengganggu pasokan minyak goreng di dalam negeri.

“Enggak ada (isu gangguan minyak goreng),” kata Bahlil di Jakarta, Selasa (28/10).

Dia menjelaskan, pemerintah tengah menyiapkan beberapa opsi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan pangan. Salah satu yang dikaji adalah penerapan Domestic Market Obligation (DMO) sawit untuk menjamin ketersediaan bahan baku CPO di pasar domestik.

"Ini kan persoalannya adalah kalau kita memakai B50, ekspor kita yang kita kurangi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Termasuk dalamnya adalah DMO. Atau yang kedua, kita meningkatkan produksi dengan intensifikasi. Yang ketiga kita menambah lahan," papara Bahlil.

Sebagai informasi, program B50 merupakan kelanjutan dari mandatori biodiesel B35 yang saat ini masih berjalan. Program ini menargetkan pencampuran 50% minyak sawit ke dalam bahan bakar jenis solar dan direncanakan mulai diterapkan pada semester II-2026.

Kebutuhan CPO untuk mendukung program tersebut diperkirakan mencapai sekitar 19 juta ton per tahun. Hingga kini, program B50 telah melalui tiga tahap uji coba pada mesin kapal, kereta api, dan alat berat. Uji final masih diperlukan dan diperkirakan memakan waktu tambahan enam hingga delapan bulan sebelum program bisa diimplementasikan penuh.

Baca Juga: KINO dan STTP Berharap Stimulus Ekonomi Bisa Dongkrak Industri FMCG

Selanjutnya: Defisit Transaksi Berjalan Diproyeksi Melebar dan NPI Catatkan Defisit di Akhir 2025

Menarik Dibaca: 6 Cara Bisnis Parfum untuk Pemula biar Cepat Cuan, Catat ya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×