Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Capaian bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia perlahan menunjukkan kemajuan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, bauran EBT per awal September 2025 sudah menembus angka 16%. Padahal, di awal tahun ini porsi EBT masih berada di kisaran 14%–15%.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengungkapkan, peningkatan bauran tersebut didorong beroperasinya sejumlah proyek pembangkit hijau dalam beberapa bulan terakhir. Di antaranya terjadi karena ada tambahan kapasitas dari PLTA, PLTP, PLTS, hingga bioenergi yang sudah mencapai commercial operation date (COD).
Secara rinci, bauran EBT sebesar 16% terdiri dari pemanfaatan EBT listrik sebesar 8,13% dan non listrik sebesar 7,87%. Untuk sektor kelistrikan, tambahan kapasitas EBT sepanjang semester I-2025 mencapai 876,5 megawatt (MW).
"Dari angka itu, PLTA menjadi penyumbang terbesar yakni 500,2 MW, disusul PLTS 233,3 MW, PLTP 105,1 MW, serta PLT bioenergi 37,8 MW," kata Eniya kepada Kontan, Senin (22/9/2025).
Baca Juga: Potensi EBT RI Capai 3.600 GW, Pemanfaatannya Baru 1%
Adapun di sisi non listrik, kontribusi terbesar datang dari biodiesel jenis fatty acid methyl ester (FAME) yang realisasinya sudah mencapai 10 juta kiloliter atau 64,7% dari target 15,6 juta kiloliter tahun ini. Capaian tersebut seiring kebijakan mandatori pencampuran biodiesel menjadi B40.
"Minggu ini sudah mencapai 10 juta KL (64,7% dari target 15.6 juta KL)," jelas Eniya.
Capaian tersebut telah selaras dengan target yang ditetapkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034.
Merujuk Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) terbaru, Kementerian ESDM menargetkan bauran EBT nasional diharapkan dapat mencapai 23% pada tahun 2030.
Disokong Tambahan Kapasitas Besar
Meski begitu, sejumlah pengamat menilai capaian 16% ini belum cukup menjadi penanda bahwa transisi energi sudah berjalan mulus.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, lonjakan bauran energi lebih banyak disumbang tambahan kapasitas besar yang masuk sekaligus.
“Kalau kita lihat, kenaikan bauran ke 16% lebih mirip lonjakan sesaat karena COD beberapa proyek besar. Namun, secara struktural transisi energi belum ideal, apalagi biaya sosial dan lingkungan dari proyek panas bumi dan biomassa cukup tinggi,” ujar Bhima kepada Kontan, Senin (22/9/2025).
Menurut Bhima, tren bauran energi masih rawan tertekan ke depan. Pasalnya, sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), masih ada pembangunan PLTU baru sementara kebutuhan listrik terus meningkat, terutama dari sektor industri.
"Tanpa percepatan proyek skala komunitas dan pengurangan ketergantungan pada batubara, sulit bagi Indonesia menembus target bauran EBT," tandasnya.
Baca Juga: Menilik Potensi Danantara Masuk Dalam Pendanaan Pembangkit EBT di RUPTL 2025-2034
Ketua Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia (ICRES) Surya Darma menilai, capaian 16% tetap patut diapresiasi. Namun, pemerintah diminta terus menyiapkan langkah lanjutan agar tren positif ini tidak berhenti.
“Diperlukan insentif fiskal maupun non fiskal supaya keekonomian EBT semakin baik. Selain itu, proses perizinan juga harus dipermudah,” ujarnya kepada Kontan, Senin (22/9/2025).
Lebih jauh, Surya juga mengusulkan pembentukan lembaga khusus yang mengelola EBT agar arah transisi energi lebih terfokus.
“Kami pernah mengusulkan Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET) dalam RUU EBET. Jika pemerintah serius mencapai target 71% EBT pada 2050–2060, maka diperlukan leader yang fokus dan tepat,” tegasnya.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan 100% kebutuhan listrik Indonesia dapat dipenuhi dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Target ambisius ini diharapkan tercapai dalam kurun waktu 10 tahun, atau bahkan lebih cepat, sehingga melampaui komitmen global menuju emisi nol bersih pada 2060.
Selanjutnya: PT Timah (TINS) Bidik Produksi 30.000 Ton pada 2026
Menarik Dibaca: Token SUN Melejit 33%, Masuk Top Gainers saat Pasar Kripto Turun Tajam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News