kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Bea Masuk Dihapus, Pengusaha Protes


Kamis, 26 Februari 2009 / 09:03 WIB


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memastikan akan meneken perjanjian kerjasama ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-14 di Thailand, 27 Februari 2009.

Dengan perjanjian itu, bea masuk lima produk Australia, yakni aluminium, kapas, pakan ternak, tepung gandum, dan garam menjadi 0%.

Pengusaha menentang penerapan penghapusan bea masuk lima produk Australia itu. Mereka menilai, industri dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk-produk impor yang dibebaskan bea masuknya itu. Karena itu, seharusnya pemerintah masih memberi perlindungan buat industri lokal, bukannya malah membuka keran besar-besaran bagi produk Australia yang harganya lebih murah.

Mengganggu pasar

Salah satunya yang gerah dengan pembukaan keran itu adalah industri pakan ternak. Ketua Divisi Pakan Akuakultur Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Denny D. Indrajaja menyatakan, dengan penghapusan bea masuk pakan ternak Australia, harganya akan lebih murah dibanding produk dalam negeri.

Tentu saja, hal bisa mengganggu industri pakan ternak yang saat ini mencapai 120 perusahaan. "Jika tak ada langkah tertentu, ini bisa membahayakan industri pakan ternak," kata Denny, Rabu (25/2). Selama ini, kebutuhan pakan ternak nasional rata-rata mencapai 6,52 juta ton per tahun. "Sejauh ini, itu sudah bisa terpenuhi," katanya.

Denny menyatakan, produksi pakan ternak dalam negeri baru mencapai 40% dari kapasitas yang tersedia. Dengan angka itu, setiap tahun pasokan selalu berlebih. Apa lagi bahan baku jagung dan dedak lokal sangat melimpah. "Selama ini kita kelebihan pakan ternak, kok kini malah mau impor?" tanya Denny.

Selain pengusaha pakan ternak, pengusaha aluminium juga protes keras. Seorang pengusaha di bidang aluminium yang enggan disebut namanya menyatakan, pengusaha aluminium menolak penghapusan bea masuk barang jadi aluminium dari Australia.

"Penghapusan bea masuk ini akan mematikan pasar aluminium lokal. Sebab, harganya pasti lebih murah," kata sumber itu. Dia menambahkan, harusnya pemerintah mengkaji terlebih dulu kesiapan industri lokal menghadapi gempuran aluminium impor.

Selama ini, kapasitas produksi aluminium Indonesia mencapai 829.700 ton per tahun. Mayoritas produk diekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. "Memang, porsi untuk pasar domestik hanya 20%, tetapi kalau itu dihancurkan, sudah pasti kami keberatan," kata sumber tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×