kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini kata eks Tim Anti Mafia Migas soal PIMD yang didirikan Pertamina


Rabu, 09 Oktober 2019 / 20:34 WIB
Begini kata eks Tim Anti Mafia Migas soal PIMD yang didirikan Pertamina
ILUSTRASI. FILE PHOTO: A view of state-owned oil giant Pertaminas refinery unit IV in Cilacap, Central Java, Indonesia January 13, 2016. Picture taken January 13, 2016. REUTERS/Darren Whiteside/File Photo


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) mendirikan Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD) sebagai trading arm di Singapura. Pendirian itu mengundang reaksi dari sejumlah kalangan, lantaran dikhawatirkan menjadi reinkarnasi Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang telah dibubarkan karena tersangkut kasus mafia migas.

Reaksi keras salah satunya datang dari eks anggota tim anti mafia migas, Fahmy Radhi. Ia mengkhawatirkan, PIMD terindikasi akan menghidupkan kembali alur rente mafia migas yang sebelumnya berada di Petral.

Baca Juga: Pertamina buka kantor pemasaran di Singapura, apa bedanya dengan Petral?

"Penetapan bos Petral sebagai tersangka oleh KPK membuktikan bahwa kongkalikong orang dalam Petral dengan Mafia Migas adalah riil. Niat saya adalah mengingatkan agar kejadian di Petral tidak terulang pada PIMD," kata Fahmy kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).

Pertamina berdalih, PIMD berbeda dari Petral. Menurut Pertamina, Petral merupakan trading arm untuk impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan domestik. Sedangkan PIMD merupakan trading arm untuk menjual produk Pertamina dan produk pihak ketiga ke pasar internasional.

Namun, menurut Fahmy, hal tersebut tidak menutup indikasi reinkarnasi Petral di tubuh PIMD. Serupa dengan PIMD, kata Fahmy, Petral awalnya juga dimaksudkan untuk menjual minyak mentah di pasar internasional pada saat Indonesia masih sebagai negara eksportir minyak. Namun, pada saat Indonesia sudah menjadi negara net importer, fungsi Petral sebagai satu-satunya trading arm yang hanya impor crude untuk kilang Indonesia dan impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri.

"Hasil kajian Tim Anti Mafia Migas menyimpulkan bahwa Petral telah digunakan oleh Mafia Migas untuk memburu rente dari monopoli Petral dalam impor crude dan BBM, utamanya Premium," jelas Fahmy.

Baca Juga: Pertamina kaji opsi relokasi proyek DME ke Tanjung Enim

Oleh sebab itu, setelah penutupan Petral, Fahmy berpendapat pembukaan kembali trading arm pemasaran di Singapore sangat tidak tepat. "Bahkan blunder, yang berpotensi mengundang Mafia Migas," sambung Fahmy.

Di sisi lain, Fahmy mengungkapkan bahwa kapasitas jual produk bunkering Pertamina atau Marine Fuel Oil (MFO) 380 untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) kapal laut dan produk pihak ketiga ke pasar internasional, masih sangat kecil.

"Kalau tujuannya masuk pasar retail menjual MFO 380, kapasitasnya sangat kecil. Itu bisa dilakukan Pertamina di Jakarta, tidak harus mendirikan trading arm di Singapura," ungkap Fahmy.

Jika digunakan sebagai trading arm, Fahmy mengkhawatirkan ujung-ujungnya, PIMD akan digunakan melakukan impor LPG, yang rawan menjadi sasaran Mafia Migas untuk berburu rente seperti yang terjadi pada Petral.

Apabila kekhawatiran itu terjadi, Fahmy berpendapat sepak terjang perburuan rente kali ini akan sangat sulit untuk dihentikan. Sebab, PIMD yang berkedudukan di Singapura berada di luar teritorial Indonesia, sehingga tidak terjangkau dan tersentuh oleh KPK.

"Tidak mengherankan kalau KPK baru menetapkan bos Petral sebagai tersangka suap pengadaan crude, setelah 4 tahun melakukan penyidikan dan penyelidikan," kata Fahmy.

Baca Juga: Kembangkan Green Refinery, Pertamina buka opsi gandeng pihak selain ENI

Lantaran terbukti bahwa Petral hanya digunakan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente yang merugikan negara, Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Menurut Fahmy, tanpa adanya perintah Presiden, Petral akan sulit dibubarkan.

"Tidak berlebihan dikatakan bahwa pembukaan kembali trading arm PIMD di Singapora setelah Petral ditutup, Pertamina mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo," tegas Fahmy.

Alhasil, Fahmy berpandangan, PIMD selayaknya dibubarkan. "Menurut saya sebaiknya dibubarkan saja," ungkapnya.

Jika berlanjut, sambung Fahmy, maka harus ada dua syarat yang harus dipenuhi PIMD. Syarat pertama, pimpinan dalam struktur PIMD harus dipastikan memiliki integritas tinggi. Kedua, tata kelola dalam ekspor dan impor harus benar-benar dibuat transparan.

"Tanpa kedua syarat itu, Mafia Migas akan dengan mudah menggunakan PIMD dalam pemburuan rente, baik melalui ekspor, maupun impor," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×