kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini Pandangan Pengamat Soal Harga Keekonomian Pertamax


Kamis, 30 Desember 2021 / 17:21 WIB
Begini Pandangan Pengamat Soal Harga Keekonomian Pertamax
ILUSTRASI. SPBU Pertamina?di Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring dengan mendakinya harga minyak mentah dunia di tahun ini, harga bahan bakar minyak (BBM) juga ikut melakukan penyesuaian.

Ambil contoh, harga BBM Shell Indonesia mengalami penyesuaian yang cukup signifikan dari awal tahun 2021 hingga Desember 2021. Mengacu pada harga BBM Shell di Jakarta, pada Januari 2021 harga Shell Super (RON 92) senilai Rp 9.125 per liter, kemudian pada Desember 2021 harganya sudah di Rp 12.860 per liter. 

"Shell melakukan penyesuaian terhadap harga BBM di SPBU dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kondisi pasar kinerja perusahaan serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai harga jual eceran BBM," ujar Corporate Communications Shell Indonesia, Edit Wahyuningtyas, Kamis (30/12). 

Sedangkan, jenis BBM yang sama di PT Pertamina yakni Pertamax (RON 92) di Jakarta belum melakukan penyesuaian harga sejak awal tahun sampai dengan saat ini yakni masih seharga Rp 9.000 per liter. Jika dibandingkan dari kedua BBM ini, terdapat selisih harga Rp 3.860 per liter. 

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai, secara regulasi Pertamax merupakan jenis BBM Umum yang mana kewenangan penetapan harganya melekat pada badan usaha. 

Baca Juga: Gapmmi: Kenaikan Biaya Energi Dapat Mempengaruhi Harga Produk Mamin di Pasar

"Namun, mengingat status Pertamina sebagai BUMN setiap aksi korporasi minimal harus sepengetahuan pemerintah sebagai pemegang sahamnya yang saya kira mempersulit posisi Pertamina dan mengapa harga Pertamax cenderung ditahan," jelasnya saat dihubungi terpisah.  

Komaidi melihat kemungkinan, harga Pertamax masih stagnan lantaran belum memperoleh restu dari pemerintah selaku pemegang sahamnya. Komaidi mengatakan, untuk melihat harga keekonomian referensinya mudah, yakni harga di SPBU pesaing mencerminkan harga keekonomian yang wajar karena mereka tentu tidak bersedia jual rugi.

Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran,  Yayan Satyakti memaparkan, melihat pada harga keekonomian Pertamax jika dibandingkan dengan harga gasoline di Amerika Serikat yang saat ini sekitar US$ 0.91 – US$ 0.96 atau kisaran Rp 12.900 – Rp 13.600-an, maka harga retail Shell Indonesia merupakan harga keekonomiannya. 

"Jika dilihat Shell adalah pengusaha swasta tanpa subsidi berbeda dengan Pertamina yang memiliki fasilitas subsidi," jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Yayan menyoroti bahwa Pertamax merupakan energi fosil yang paling reliable dan accessible di Indonesia, sebaiknya energi ini dibiarkan ke nilai keekonomiannya. 

Baca Juga: Menakar Dampak Kenaikan Harga Energi Pada Kinerja Emiten Tahun 2022

Namun, menurut Yayan, pertimbangan Pertamina tidak melakukan penyesuaian harga Pertamax karena saat ini masih dalam pemulihan ekonomi setelah imbas pandemi Covid-19. Yayan bilang, untuk melakukannya perlu dilakukan perhitungan cost dan benefit. Hal yang menjadi perhatian saat ini daya beli masyarakat masih rendah. 

Harga keekonomian Pertamax hangat dibicarakan seiring dengan wacana penghapusan BBM Premium untuk transisi ke Pertalite yang kemudian dilanjutkan transisi dari Pertalite ke Pertamax  sebagai upaya shifting ke BBM yang lebih ramah lingkungan. 

Komaidi mengatakan, transisi BBM ini jika hanya dilihat dari aspek lingkungan tentu saja bagus dan positif. Namun, dalam aspek teknis perlu dipersiapkan secara matang, misalnya jika Pertalite dihapus apakah kapasitas produksi Pertamax sudah mencukupi? Apakah ada isu atau tidak di SPBU dengan dihapuskannya Premium dan Pertalite dan diganti Pertamax? Hal lain apakah nanti tetap diberikan subsidi atau tidak juga menjadi hal yg penting untuk dipersiapkan.

"Ada risiko bisnis dan ekonomi yang perlu dikaji dengan cermat. Jangan sampai nanti maju mundur seperti kebijakan sebelum-sebelumnya," tegas Komaidi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×